Ilmuwan Menyaring Logam Berat dari Air Menggunakan Limbah Tanaman

By Ricky Jenihansen, Jumat, 9 September 2022 | 13:00 WIB
Membran dari limbah tanaman dapat menyaring logam berat dari air yang terkontaminasi ( iStock)

Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah menciptakan membran yang terbuat dari limbah produk sampingan dari pembuatan minyak nabati, yang dapat menyaring logam berat dari air yang terkontaminasi. Temuan tersebut merupakan hasil kerjasama ilmuwan Nanyang Technological University, Singapura (NTU Singapore) dengan ETH Zurich, Swiss (ETHZ).

Dalam pengujian, mereka menunjukkan bahwa proses tarik-menarik ini, yang disebut adsorpsi, mampu memurnikan air yang terkontaminasi hingga tingkat yang memenuhi standar minum internasional.

Laporan mereka telah diterbitkan di Chemical Engineering Journal dengan judul "Plant-based amyloids from food waste for removal of heavy metals from contaminated water" baru-baru ini.

Fokus penelitian mereka dalam mewujudkan ketahanan air selaras dengan rencana strategis NTU 2025 dan tujuan universitas dalam mengurangi dampak kemanusiaan terhadap lingkungan.

Tim peneliti, menemukan bahwa protein berasal dari produk sampingan dari produksi minyak kacang atau bunga matahari dapat menarik ion logam berat dengan sangat efektif.

Tim dipimpin oleh Profesor Ali Miserez dari School of Materials Science & Engineering dan School of Biological Sciences dan NTU Visiting Professor Raffaele Mezzenga dari Department of Health Science and Technology di ETHZ.

Membran para peneliti berpotensi menjadi metode yang murah, berdaya rendah, berkelanjutan, dan terukur untuk mendekontaminasi logam berat dari air.

Prof Miserez mengatakan, bahwa pencemaran air tetap menjadi masalah global utama di banyak bagian dunia. "Logam berat mewakili kelompok besar polutan air yang dapat terakumulasi dalam tubuh manusia, menyebabkan kanker dan penyakit mutagenik," kata Miserez dalam rilis NTU.

"Teknologi saat ini untuk menghilangkannya adalah energi- intensif, membutuhkan daya untuk beroperasi, atau sangat selektif dalam menyaring."

Menurutnya, membran berbasis protein yang mereka buat melalui proses hijau dan berkelanjutan, dan membutuhkan sedikit atau tanpa daya untuk menjalankannya. "Menjadikannya layak untuk digunakan di seluruh dunia dan terutama di negara-negara kurang berkembang," kata Prof Miserez.

Membran dapat memurnikan air yang terkontaminasi hingga tingkat yang memenuhi standar minum internasional (Free Photos)

Untuk diketahui, produksi minyak nabati rumah tangga komersial menghasilkan produk sampingan limbah yang disebut bungkil biji minyak. Ini adalah sisa makanan kaya protein yang tersisa setelah minyak diekstraksi dari tanaman mentah.

Tim peneliti menggunakan bungkil biji minyak dari dua minyak nabati umum, minyak bunga matahari dan kacang tanah. Setelah mengekstraksi protein dari bungkil biji minyak, tim mengubahnya menjadi fibril amiloid protein berukuran nano, yang merupakan struktur seperti tali yang terbuat dari protein yang terlilit rapat.

Fibril protein ini menarik logam berat dan bertindak seperti saringan molekuler, menjebak ion logam berat saat mereka lewat. Satu kilogram tepung biji minyak menghasilkan sekitar 160 gram protein.

Penulis pertama makalah ini, mahasiswa PhD NTU, Soon Wei Long, mengatakan, dari situ protein dapat diekstraksi, diisolasi, dan dirakit sendiri menjadi fibril amiloid fungsional untuk logam berat.

Para peneliti menggabungkan fibril amiloid yang diekstraksi dengan karbon aktif, bahan filtrasi yang umum digunakan, untuk membentuk membran hibrida. Mereka menguji membran mereka pada tiga polutan logam berat umum, yakni platinum, kromium dan timbal.

Saat air yang terkontaminasi mengalir melalui membran, ion logam berat menempel pada permukaan fibril amiloid -sebuah proses yang disebut adsorpsi. Rasio permukaan ke volume yang tinggi dari fibril amiloid membuatnya efisien dalam menyerap sejumlah besar logam berat.

Tim menemukan bahwa membran mereka menyaring hingga 99,89 persen logam berat. Di antara tiga logam yang diuji, filter paling efektif untuk timbal dan platinum, diikuti oleh kromium.

"Filter ini dapat digunakan untuk menyaring segala jenis logam berat, dan juga polutan organik seperti PFAS (zat perfluoroalkyl dan polyfluoroalkyl), yang merupakan bahan kimia yang telah digunakan dalam berbagai produk konsumen dan industri," kata Prof Miserez.

"Fibril amiloid mengandung ikatan asam amino yang menjebak dan menjepit partikel logam berat di antara mereka sambil membiarkan air melewatinya."

Para peneliti mengatakan konsentrasi logam berat dalam air yang terkontaminasi akan menentukan berapa banyak volume air yang dapat disaring oleh membran.

Membran hibrida yang dibuat dengan amiloid protein bunga matahari hanya membutuhkan 16 kg protein untuk menyaring volume setara kolam renang berukuran Olimpiade yang terkontaminasi dengan 400 bagian per miliar (ppb) timbal menjadi air minum.

"Prosesnya mudah terukur karena kesederhanaannya dan penggunaan reagen kimia yang minimal, mengarah pada teknologi pengolahan air yang berkelanjutan dan berbiaya rendah," kata Soon.

Baca Juga: Analisis pada Sampah Ungkap Penduduk Pompeii pun Melakukan Daur Ulang

 Baca Juga: Ragam Manfaat Kitosan: dari Produk Kecantikan hingga Pengawet Buah

 Baca Juga: Dibuang Sayang, Kegiatan Barter.in Jadi Solusi Limbah Pakaian

"Ini memungkinkan kami untuk memproses ulang aliran limbah untuk aplikasi lebih lanjut dan untuk sepenuhnya mengeksploitasi limbah makanan industri yang berbeda menjadi teknologi yang bermanfaat.

Logam yang terperangkap juga dapat diekstraksi dan didaur ulang lebih lanjut. Setelah penyaringan, membran yang digunakan untuk menjebak logam dapat dengan mudah dibakar.

"Sementara logam seperti timbal atau merkuri beracun dan dapat dibuang dengan aman, logam lain, seperti platinum, memiliki aplikasi berharga dalam menciptakan elektronik dan peralatan sensitif lainnya," kata Prof Miserez.

“Memulihkan platinum berharga yang harganya US$33.000/kg hanya membutuhkan 32 kg protein, sedangkan untuk memulihkan emas yang harganya hampir US$60.000/kg, hanya membutuhkan 16 kg protein. Mengingat protein tersebut didapat dari limbah industri yang bernilai kurang dari US$1/kg, ada manfaat biaya yang besar."

#SayaPilihBumi, gerakan sosial yang digagas National Geographic Indonesia sejak 2018, yang berupaya menyadarkan kita bahwa setiap aktivitas kecil kita dalam kehidupan sehari-hari dapat berpengaruh pada ketahanan iklim dan kelestarian bumi. #SayaPilihBumiFestival akan digelar pada Oktober mendatang di sini. Festival ini bakal kembali mengangkat isu-isu lingkungan lewat media dan perbincangan yang lebih ringan, santai, dan menyenangkan. Dari gelar wicara, kolaborasi komunitas dalam pelestarian bumi, sampai konser musik.