Nationalgeographic.co.id—Tinju adalah salah satu olahraga tertua di dunia yang masih dilakukan hingga saat ini. Termasuk dalam pertandingan di Olimpiade kuno, tinju sangat populer di zaman Yunani dan Romawi kuno. Sangat populer dan dicintai, bagaimana aturan dan teknik olahraga tinju di zaman Romawi kuno? Sejarawan menggunakan literatur kuno, patung, mosaik, dan bahkan bukti arkeologi, untuk mengumpulkan bagaimana olahraga itu dilakukan. “Aturan dan teknik tinju orang Romawi sangat dipengaruhi oleh orang Yunani dan Etruria,” ungkap Matthew Vivonia di laman World History Encyclopedia.
Menelusuri jejak olahraga tinju
Bangsa Yunani kuno maupun Romawi bukanlah yang pertama melakukan olahraga tinju. Penggambaran paling awal tinju sebagai olahraga formal dapat ditelusuri kembali ke Mesopotamia. Relief terakota menggambarkan dua pria sedang bersiap-siap, pergelangan tangan terbungkus dan tangan terkepal, siap untuk menyerang. Relief itu ditemukan di Eshnunna, bertanggal 2000 Sebelum Masehi.
Epik Gilgames menyebutkan tentang pugilisme atau tinju di mana Gilgamesh bertarung dengan saingannya. “Mereka saling merebut, membungkuk seperti ahli, menghancurkan tiang pintu, tembok berguncang.” Deskripsi ini sesuai dengan gambar pada relief Mesopotamia.
Seribu tahun berikutnya, citra serupa ditemukan dalam karya seni Mesir, patung dan lukisan Yunani, dan seni Etruria. Pada akhirnya, bangsa Romawi kuno pun turut melakukan olahraga tinju.
Bukti menunjukkan bahwa orang Romawi menggunakan aturan, bentuk, peralatan, dan teknik yang serupa dengan Yunani kuno.
Aturan dan teknik tinju
Salah satu faktor utama awal setiap permainan tinju kuno adalah menemukan posisi yang menguntungkan di lapangan. Saat bertanding di luar pada musim panas, matahari yang menyilaukan mata menjadi tantangan tersendiri.
Pertandingan tinju biasanya berlangsung di halaman terbuka, namun bisa juga dilakukan di aula. Pertandingan mencakup banyak gerak kaki cepat, langkah-langkah kecil, tipuan, dan pergeseran di antara lutut.
Filsuf abad ke-1 Masehi Philo dari Alexandria menggambarkan seorang petinju yang mahir sebagai berikut:
“Ia menolak pukulan yang datang ke arahnya dengan kedua tangan. Sambil menekuk lehernya ke sana kemari, menjaga agar tidak dipukul. Seringkali dia berdiri berjinjit dan menarik dirinya setinggi mungkin. Lalu menarik dirinya ke belakang dia memaksa lawannya untuk melemparkan pukulan kosong seolah-olah dia sedang melakukan tinju bayangan.
Norman Gardiner dalam Athletics of the Ancient World menggambarkan sikap berdiri yang sempurna. “Tubuh tegak, kepala tegak, dan kaki kiri dimajukan, dengan kaki sedikit ditekuk. Kaki mengarah ke depan sedangkan kaki kanan diluruskan,” tulisnya.