Kenangan National Geographic Indonesia bersama Pindi Setiawan, Legenda Peneliti Gambar Cadas Nusantara

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 10 September 2022 | 09:00 WIB
Pindi Setiawan menyelisik gambar cadas cap tangan di Gua Ham, kawasan pegunungan karst Sangkulirang-Mangkalihat. Di dunia, sangat jarang peneliti gambar cadas yang mempunyai pengalaman menemukan situs-situs baru. Namun, Indonesia memiliki cerita lain. Sebagian situs-baru bermunculan sekitar dua dekade belakangan. (Feri Latief)

Pada tahu pertama pandemi, tim National Geographic Indonesia bersama Pindi kembali menyinggahi gua-gua yang mengekalkan gambar cadas prasejarah di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat. Ketika itu kami sedang menjajaki rute perjalanan ke gua-gua prasejarah itu sebagai wisata minat khusus yang melibatkan warga setempat sebagai operatornya. Kami singgah ke Gua Tengkorak, Gua Tewet, dan satu gua yang ditemukan sang peneliti: Gua Pindi. Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif turut memberi dukungan berupa peranti penelusuran gua dan edukasi bagi pemandu gua. 

Gambar cadas di ruang seperti balkon kerap dijumpai pada situs-situs di hulu Bengalon, Sangkulirang. Salah satunya imaji sarang madu dan sosok manusia syaman di Liang Karim, yang digambar kaum Pemburu Lanjut yang meramu hasil hutan. (Feri Latief)

Tim peneliti gabungan dari Indonesia dan Australia berhasil menemukan bukti amputasi paling awal dari Zaman Batu yang pernah tercatat sejauh ini. Penemuan ini berasal dari Liang Tebo, sebuah gua batu kapur di daerah terpencil Sangkulirang-Mangkalihat di Kalimantan Timur. Jurnal penelitiannya rilis di Nature bertajuk Surgical amputation of a limb 31,000 years ago in Borneo pada 7 September silam.

Nama Pindi tercantum dalam awak penelitian itu. Lewat siaran pers Badan Riset dan Inovasi Nasional terkait pemaparan temuan tadi, Pindi menyampaikan bahwa temuan ini memberikan implikasi yang besar untuk memperkuat bukti kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat sebagai sebuah World Heritage.

Jumat, 9 September 2022 sekitar pukul 10 pagi, sehari setelah tim peneliti BRIN dan Griffith University memaparkan temuannya dalam diskusi daring, Pindi Setiawan wafat di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta Pusat. Kita kehilangan seorang peneliti dan pelestari gambar cadas Nusantara, yang kajiannya masih begitu sedikit peminatnya di negeri ini. 

Selamat jalan menuju keabadian, Kang Pindi. Terima kasih atas pencerahan dan kesabaran menemukan karya-karya seniman pertama Nusantara, dan mengisahkannya kepada kami.

Saya masih ingat betapa dirimu begitu bersemangat untuk menyingkap gambar-gambar cadas itu. Pindi telah melunasi ikhtiarnya: “Rasanya rela memberikan energi yang besar untuk melindungi warisan yang tak ternilai ini.”