Minum Urine Pasien, Cara Dokter Abad Pertengahan Diagnosis Penyakit

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 18 September 2022 | 16:00 WIB
Alkemis Medis vt. Uroskopi oleh Franz Christoph Janneck (1703-1761) (Science History Institute )

Nationalgeographic.co.id - Pemeriksaan urine (uroskopi) sebagai metode diagnosis medis dapat ditelusuri kembali ke Yunani dan Romawi kuno. Akan tetapi selama Abad Pertengahan, pemeriksaan sampel urine oleh dokter menjadi meluas. Dokter tidak hanya memperhatikan perbedaan warna dan konsistensi, para dokter juga biasa mengecap dan mencium air kencing pasien mereka. 

Selama Abad Pertengahan, secara sosial dianggap tidak dapat diterima untuk memeriksa pasien secara langsung, atau bahkan melepaskan jubahnya. Oleh karena itu, mengamati urine seseorang adalah metode terpisah untuk mendiagnosis penyakit pasien.

Urologi sangat terbantu selama periode ini oleh perkembangan roda urine. Intinya, ini adalah bagan (dalam bentuk roda) yang membantu dokter abad pertengahan dalam mendiagnosis penyakit pasiennya.

Roda urine dibagi menjadi 20 bagian yang berbeda. Masing-masing menunjukkan warna urine yang berbeda. Selain mengamati urine, dokter abad pertengahan juga mengandalkan indra perasa dan penciuman, karena rasa dan bau urine pasien dipengaruhi oleh penyakit yang mereka derita, dan umumnya berhubungan dengan warna tertentu.

Variasi bau dan rasa urine juga dijelaskan dalam roda urine. Sebagai contoh, dokter Inggris abad ke-17 Thomas Willis mencatat bahwa urine seorang pasien diabetes terasa manisnya luar biasa, seolah-olah dibubuhi madu atau gula. Dokter Willis juga yang menciptakan istilah mellitus, yang mempunyai  arti dimaniskan dengan madu pada diabetes mellitus. Gangguan ini juga pernah dikenal sebagai 'penyakit Willis'.

Bagan urin untuk diagnosis, 1506 M. (Wellcome Collection)

Uroskopi dan roda urine terus digunakan oleh dokter Eropa untuk mendiagnosis pasien mereka, tanpa memandang status sosial, hingga pertengahan abad ke-19. Urine Raja George III dari Inggris, misalnya, dilaporkan berwarna ungu, dan itu mungkin merupakan tanda bahwa ia menderita porfiria, yaitu sekelompok penyakit yang berdampak negatif pada sistem saraf. Telah berspekulasi bahwa ini bisa menyebabkan kegilaan yang membuat raja terkenal.

 Baca Juga: Kunci Sukses Tukang Cuci Romawi: Gunakan Urine sebagai Pemutih Alami

 Baca Juga: Dokter Metrodora: Ahli Ginekologi dan Kesehatan Wanita di Zaman Kuno

 Baca Juga: Konsekuensi Mengerikan dari Bunuh Diri di Abad Pertengahan Eropa

Menjelang akhir abad ke-19, analisis kimia mulai digunakan untuk pemeriksaan urin. Akibatnya, uroskopi dan roda urine tidak disukai, dan dokter tidak perlu lagi mencicipi air kencing pasien mereka.

Urine di Romawi Kuno

Pengobatan pada setiap zaman mempunyai ciri khas masing-masing. Bicara soal urine, tahukah Anda? pada zaman Romawi kuno, urine dianggap sebagai hal yang berharga yang mengandung beragam mineral dan bahan kimia seperti kalium dan fosfor. Bangsa Romawi kuno percaya, urine bisa digunakan sebagai obat kumur yang membuat gigi mereka lebih putih. Dengan campuran pummi untuk membentuk pasta gigi. Penggunaan urine sebagai obat kumur ini digunakan hingga 1700-an.

Gigi bisa lebih putih berkat urine tampak benar adanya. Pasalnya, urine mengandung amonia yang digunakan di banyak pembersih rumah tangga saat ini. Seringkali urine juga dipakai untuk memutihkan wol atau linen. Jadi, di zaman modern ini, apakah Anda tertarik untuk menggunakan urine sebagai obat kumur?