Nationalgeographic.co.id - Walau terkesan futuristik, mobil tanpa sopir (self-driving) punya masalah dalam membaca kondisi sekitar. Kemunculan mobil jenis ini awalnya penuh dengan skeptis untuk keselamatan berkendara, terutama pada pejalan kaki.
Mobil nirawak membuat pengemudi menjadi lebih mirip sebagai penumpang. Orang yang di dalamnya tidak perlu memberikan perhatian penuh ke jalan, bahkan tidak harus duduk di bangku kemudi.
Kondisi ini menyulitkan para pejalan kaki untuk memastikan apakah sebuah kendaraan nirawak telah mengetahui kehadirannya atau tidak. Lebih rawan lagi, jika saat berkendara, penumpang di dalamnya belum tentu juga melihat.
"Belum ada investigasi yang cukup tentang interaksi antara mobil self-driving dan orang-orang di sekitarnya, seperti pejalan kaki," kata Takeo Igarashi profesor di University of Tokyo dalam sebuah rilis. Fokus studinya adalah interaksi manusia dan komputer.
"Jadi, kita perlu lebih banyak investigasi dan upaya dalam interaksi tersebut untuk membawa keamanan dan jaminan kepada masyarakat tentang mobil self-driving."
Kini, perkembangan teknologi memberi jaminan untuk keselamatan pejalan kaki dengan mata robot. Terbukti, mata robot dapat meningkatkan keselamatan pejalan kaki di kota, sementara yang lain berkendara di mobil nirawak.
Setidaknya itulah yang dilaporkan oleh Igarashi dan timnya di University of Tokyo dan University of Kyoto. Mereka melaporkan temuannya dalam Proceedings of the 14th International Conference on Automotive User Interfaces and Interactive Vehicular Applications. Laporan mereka terbit pada 17 September 2022 di laman prosiding tersebut.
Baca Juga: Perempuan Berisiko Terjebak di Kendaraan Usai Kecelakaan, Kenapa?
Baca Juga: Biaya Jangka Panjang Mobil Listrik Lebih Murah daripada Mobil Bensin
Baca Juga: Konversi Kendaraan Klasik dari Bensin ke Listrik Populer di Australia
Baca Juga: Seperti Asli, Ilmuwan Jepang Membuat Kulit Manusia Hidup untuk Robot
Mata robot di bagian depan mobil, persis seperti para karakter di film Pixar Cars, berfungsi untuk menatap kondisi sekitar. Dua mata robot besar ini bisa dikendalikan dari jarak jauh. Para peneliti menguji apakah menempatkan mata bergerak pada mobil akan memengaruhi perilaku orang yang lebih berisiko, terutama orang yang akan menyeberang jalan saat terburu-buru.
Igarashi dan tim membuat empat skenario. Dua skenario memberikan mata robot pada mobil, dua lainnya tidak. Mobil nirawak telah memperhatikan pejalan kaki dan berniat untuk berhenti atau tidak memerhatikan, dan akan terus mengemudi. Ketika mobil nirawak dipasangkan mata robot, dia dapat melihat ke arah pejalan kaki yang akan berhenti, atau tetap berjalan.
Eksperimen ini membutuhkan sukarelawan sebagai penyeberang, dan jelas berbahaya, walau ada pengemudi tersembunyi di dalam mobil. Maka tim merekam skenario dengan kamera video 360 derajat. Kemudian 18 peserta bermain lewat eksperimen yang ada di dalam VR.
Para peneliti mencatat semua simulasi kondisi menyeberang. Simulasi termasuk seberapa sering para peserta bisa berhenti untuk bisa menyeberang atau menyeberang di saat seharusnya menunggu.
"Hasilnya menunjukkan perbedaan yang jelas antara jenis kelamin, yang sangat mengejutkan dan tidak terduga," kata Chia-Ming Chang, anggota tim peneliti dari University of Tokyo. "Sementara faktor lain seperti usia dan latar belakang mungkin juga memengaruhi reaksi para peserta, kami percaya ini adalah poin penting.
"Karena, ini menunjukkan bahwa pengguna jalan yang berbeda mungkin memiliki perilaku dan kebutuhan yang berbeda, yang memerlukan cara komunikasi yang berbeda saat kelak mobil mengemudi sendiri."
Dia menjelaskan, peserta pria paling banyak keputusan yang berbahaya, seperti memilih untuk menyeberang ketika mobil tidak berhenti. Sedangkan peserta wanita membuat keputusan yang lebih tidak efisien seperti tidak menyeberang saat mobil hendak berhenti. Akan tetapi, kesalahan-kesalahan ini bisa dikurangi dengan pergerakan mata robot pada mobil nirawak.
"Kami fokus pada gerakan mata tetapi tidak terlalu memperhatikan desain visual mereka dalam penelitian khusus ini. biaya desain dan konstruksi karena keterbatasan anggaran," jelas Igarashi. "Di masa depan, akan lebih baik jika desainer produk profesional menemukan desain terbaik, tetapi mungkin masih sulit untuk memuaskan semua orang. Saya pribadi menyukainya. Ini agak lucu."
Agar mengetahui sensasi pejalan kaki yang dihadapkan mobil nirawak, mereka punya pandangan perasaan menarik. Beberapa menganggapnya lucu, dan yang lain menyeramkan atau menakutkan.
Bagi peserta pria, ketika mata mereka berpaling (tanpa melihat mobil) rasanya seperti sedang dalam situasi berbahaya. Sementara peserta wanita ketika memandang mobil, merasa lebih aman.
"Beralih dari mengemudi manual ke mengemudi otomatis adalah perubahan besar. Jika mata benar-benar dapat berkontribusi pada keselamatan dan mengurangi kecelakaan lalu lintas, kita harus mempertimbangkan dengan serius untuk menambahkannya," lanjut Igarashi.
"Di masa depan, kami ingin mengembangkan kontrol otomatis dari mata robot yang terhubung ke AI yang mengemudi sendiri (bukannya dikendalikan secara manual), yang dapat mengakomodasi situasi yang berbeda." jelasnya.
"Saya harap penelitian ini mendorong kelompok lain untuk mencoba ide serupa, apa pun yang memfasilitasi interaksi yang lebih baik antara mobil self-driving dan pejalan kaki, yang pada akhirnya menyelamatkan nyawa orang."