Migrasi Anglo-Saxon: Transformasi Populasi Terbesar Dunia Pasca-Romawi

By Wawan Setiawan, Minggu, 25 September 2022 | 13:00 WIB
Barang-barang kuburan dari kuburan inhumation 3532 di pemakaman Issendorf di Lower-Saxony, Jerman. Individu yang dimakamkan di pemakaman Issendorf selama Abad Pertengahan secara genetik terkait erat dengan orang-orang yang bermigrasi ke Inggris selama periode Anglo-Saxon. (Landesmuseum Hannover)

Nationalgeographic.co.id - Hampir tiga ratus tahun setelah orang Romawi pergi, para sarjana seperti Bede menulis tentang Angles dan Saxon serta migrasi mereka ke Kepulauan Inggris. Para sarjana dari banyak disiplin ilmu, termasuk arkeologi, sejarah, ahli bahasa, dan genetika, telah memperdebatkan apa yang mungkin dijelaskan oleh kata-katanya, dan apa skala, sifat, serta dampak migrasi manusia pada waktu itu.

Hasil genetik baru saat ini menunjukkan bahwa sekitar 75 persen populasi di Inggris Timur dan Selatan terdiri dari keluarga migran yang nenek moyangnya pasti berasal dari wilayah benua yang berbatasan dengan Laut Utara. Termasuk Belanda, Jerman, dan Denmark. Terlebih lagi, keluarga-keluarga ini kawin silang dengan populasi Inggris yang ada. Akan tetapi yang terpenting integrasi ini bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain dan dari komunitas ke komunitas.

"Dengan 278 genom kuno dari Inggris dan ratusan lainnya dari Eropa, kami sekarang memperoleh wawasan yang sangat menarik tentang skala populasi dan sejarah individu selama masa pasca-Romawi," kata Joscha Gretzinger, penulis utama studi tersebut. "Kami sekarang tidak hanya memiliki gagasan tentang skala migrasi, tetapi juga bagaimana hal itu terjadi di masyarakat dan keluarga."

Hasil studi ini telah dipublikasikan di jurnal Nature pada 21 September dengan judul "The Anglo-Saxon migration and the formation of the early English gene pool."

Barang-barang kuburan dari kuburan inhumation 3532 di pemakaman Issendorf. (Landesmuseum Hannover)

Menggunakan data genetik yang diterbitkan dari lebih dari 4.000 orang Eropa kuno dan 10.000 orang Eropa masa kini, Gretzinger dan rekannya mengidentifikasi perbedaan genetik yang tidak kentara antara kelompok yang terkait erat yang menghuni wilayah Laut Utara kuno.

Setibanya di sana, para pendatang berbaur dengan penduduk setempat. Dalam satu kasus, di pemakaman Anglo-Saxon dari Buckland dekat Dover, para peneliti mampu merekonstruksi pohon keluarga di setidaknya empat generasi. Serta mengidentifikasi titik waktu ketika migran dan penduduk lokal menikah. Keluarga ini menunjukkan tingkat interaksi yang besar antara dua kumpulan gen. Secara keseluruhan, para peneliti menyaksikan penguburan dengan status menonjol di seluruh kuburan yang diteliti, baik yang berasal dari lokal maupun pendatang.

 Baca Juga: Arkeolog Temukan Ratusan Makam Bangsa Anglo-Saxon di Inggris

 Baca Juga: Timbunan Terbesar Koin Emas Anglo-Saxon Ditemukan, Penemunya Dipenjara

 Baca Juga: Ditemukan Kerangka Orang Jute, Penutur Asli Bahasa Inggris di Kent

Tim interdisipliner yang terdiri dari lebih dari 70 penulis ini mampu mengintegrasikan data arkeologi dengan hasil genetik baru. Ini mengungkapkan bahwa wanita asal imigran lebih sering dikubur dengan artefak daripada wanita lokal. Terutama mengingat barang-barang seperti bros dan manik-manik yang ditemukan.

Menariknya, pria dengan senjata seringnya ditemukan memiliki kedua asal usul genetik yang sama. Perbedaan-perbedaan ini dimediasi secara lokal dengan penguburan terkemuka atau kuburan kaya yang terlihat di berbagai asal. Misalnya, seorang wanita yang dikubur dengan seekor sapi utuh di Cambridgeshire secara genetik bercampur, dengan mayoritas keturunan lokal.