Nationalgeographic.co.id—Sebuah pameran besar, Rijksmuseum di Amsterdam berupaya untuk memeriksa periode penting Belanda di tanah koloninya dengan segala kebrutalan yang telah mereka lakukan di masa lampau.
Museum ini berupaya menelusuri sejarah global kolonialisme melalui kisah sepuluh individu, termasuk mereka yang menderita perbudakan dan mereka yang mendapat keuntungan darinya.
Sejarawan yang mempelajari sejarah Belanda terkadang menyebut abad ke-17 sebagai “Zaman Keemasan Belanda.” Istilah ini mengacu pada era kekayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Republik Belanda.
Tapi frasa tentang kekayaan Belanda ini mengaburkan kebenaran kelam: Banyak penduduk terkaya di republik ini membuat kekayaan mereka melalui perbudakan, penjualan dan eksploitasi orang Afrika.
Maka dari itu, sebuah langkah besar melalui riset dilakukan dalam upaya nasional untuk menjelaskan dan mengontekstualisasikan peran warga negara Belanda dalam perdagangan budak transatlantik.
Laporan Daniel Boffey untuk Guardian, saudagar Belanda memperbudak dan secara paksa mengangkut sekitar 600.000 orang Afrika ke Amerika. "sekira 660.000 dan 1,1 juta orang di sekitar Samudra Hindia selama apa yang disebut Zaman Keemasan," tulis Nora McGreevy.
Nora menulis kepada Simthsonian Magazine dalam sebuah artikel berjudul "Confronting the Netherlands’ Role in the Brutal History of Slavery" yang terbit pada 1 Juni 2021. Tercatat beberapa kebrutalan telah dilakukan.
Penyelenggara bertujuan untuk membuat pertunjukan musuem yang menekankan bagaimana warisan ini telah membentuk kehidupan semua penduduk Belanda—bukan hanya keturunan para budak.
Smeulders menambahkan bahwa dari pihak museum juga merevisi 70 objek teks dinding, untuk mengungkap yang sebelumnya tidak diungkapkan tentang perdagangan budak.
Baca Juga: Perdagangan Budak Belanda di Transatlantik, Dari Afrika hingga Amerika
Baca Juga: Kerangka Manusia Asal Afrika Ini Ungkap Kekejaman Perdagangan Budak
Baca Juga: Mitos-mitos yang Tersebar Tentang Perbudakan Amerika Serikat
Kurator pameran juga menyatukan lebih dari 140 artefak yang menelusuri sejarah keterlibatan Belanda dalam perdagangan budak antara awal 1600-an dan 1863, ketika praktik itu dilarang di Suriname dan Antillen.
Kurator juga memasukkan karya-karya yang jarang secara eksplisit terkait dengan perbudakan: Misalnya, dua potret Rembrandt dalam pameran tersebut menggambarkan elite kaya yang mendapat untung dari perbudakan.
"Kotak pajangan lain berisi kerah kuningan yang didekorasi dengan mewah yang pernah dianggap oleh para peneliti sebagai milik anjing keluarga bangsawan," imbuhnya. Ternyata, kerah itu sebenarnya dikenakan oleh orang kulit hitam yang diperbudak untuk bekerja dalam rumah tangga terkaya di Belanda.
"Meskipun pameran berfokus pada narasi individu khusus untuk sejarah kolonial Belanda, kurator berharap tema utamanya beresonansi jauh dan luas," pungkasnya.