Nationalgeographic.co.id—Jacob Nienhuys, seorang pedagang tembakau Belanda, datang ke Labuhan Deli di Sumatra Utara pada tahun 1863. Labuhan adalah sebuah desa kecil di dekat Belawan, yang hanya dihuni oleh 2.000 penduduk Melayu dan sekitar 20 orang Cina dan 100 orang India.
Pemerintah kolonial Belanda baru saja menghapus kebijakan cultuurstelsel (tanam paksa) dan menerapkan sistem ekonomi "liberal" di Hindia Belanda yang terbuka bagi perusahaan swasta.
"Sultan Deli, Sultan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alam (1853-1924), tertarik untuk mengembangkan tanah di Deli sebagai kawasan perkebunan," tulis Budiman Minasny kepada The Conversation.
Budiman menulis dalam sebuah artikel berjudul "The dark history of slavery and racism in Indonesia during the Dutch colonial period" yang diterbitkan pada 2 Juli 2020. Sultan Ma'mun memberikan konsesi tanah kepada Nienhuys untuk menanam tembakau.
"Masalah pertama yang dihadapi Nienhuys adalah kurangnya tenaga kerja. Orang Melayu dan Batak setempat tidak mau bekerja sebagai buruh perkebunan," imbuhnya.
Nienhuys kemudian mencari tenaga kerja dengan “mengimpor” 120 kuli Cina dari Penang, Malaysia, pada tahun 1864. Setelah beberapa tahun uji coba, Nienhuys berhasil mengembangkan tembakau Deli sebagai pembungkus cerutu berkualitas tinggi yang dicari oleh perokok Eropa dan Amerika.
Dengan investasi modal dari Rotterdam, Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij atau Perusahaan Deli dan mengembangkan industri, perkebunan tembakau skala besar di Deli.
Dengan perkembangan perkebunan yang pesat, ia membutuhkan lebih banyak pekerja. "Setiap tahun, ribuan kuli Cina didatangkan dari Penang dan Singapura. Tenaga kerja dari Jawa, Banjar, dan India juga didatangkan," tambahnya.
Baca Juga: Kisah Perbudakan Rasis di Perkebunan Medan Pada Era Penjajahan Belanda
Baca Juga: Perempuan-perempuan yang Memegang Rahasia Mutu Tembakau Deli
Baca Juga: Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda
Pada tahun 1890, Belanda mengangkut lebih dari 20.000 kuli Cina ke Deli. Dengan tenaga kerja murah, perusahaan rokok bisa menjalankan bisnis yang sangat menguntungkan.
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR