Nationalgeographic.co.id—Indonesia sedang gencar menyuarakan konservasi laut berkelanjutan, dengan fokus khusus pada perlindungan hiu paus, dalam forum internasional.
Hal ini menjadi sorotan utama dalam United Nations Ocean Conference (UNOC) 2025 di Nice, Prancis, di mana Konservasi Indonesia (KI) menyoroti pentingnya pendekatan holistik dalam pengelolaan kelautan.
Konservasi Indonesia (KI), melalui Meizani Irmadhiany, Senior Vice President dan Executive Chair, menekankan bahwa upaya konservasi tidak hanya sebatas membangun kawasan perlindungan. Sebaliknya, tujuan utamanya adalah menciptakan tata kelola bentang laut yang komprehensif, mengintegrasikan perlindungan ekosistem dengan ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat.
Ini terungkap dalam sesi "The Guardians of the Blue: Linking Seascape Strategies, Ocean Ecosystems, and Whale Shark Conservation" yang diselenggarakan KI pada Selasa, 10 Juni 2025 malam di La Baleine, Palais de Exposition, Nice.
Salah satu wilayah krusial yang menjadi pusat perhatian adalah Bentang Laut Sunda Kecil (BLSK). Kawasan ini merupakan rumah bagi spesies laut vital seperti paus biru kerdil, paus sperma, dan hiu paus. Lebih dari itu, BLSK adalah jalur migrasi dan area pemijahan penting bagi perikanan lintas batas antara Indonesia dan Timor-Leste.
Untuk itu, Indonesia dan Timor-Leste, dengan dukungan KI dan Conservation International Timor Leste, telah menyusun rencana aksi bersama melalui Coral Triangle Initiative (CTI-CFF). Meizani menyoroti salah satu inisiatif unggulan mereka: pembangunan pusat ilmu pengetahuan yang akan menghubungkan universitas di kedua negara untuk riset dan transfer pengetahuan.
Keberhasilan nyata dalam konservasi berbasis spesies telah ditunjukkan di Teluk Saleh, Sumbawa, yang menjadi kawasan konservasi laut berbasis spesies pertama di Indonesia yang berfokus pada hiu paus. Kawasan ini menjadi model konservasi yang sukses melibatkan masyarakat lokal, pemerintah daerah, dan pusat, serta mendapat dukungan dari pemerintah Prancis.
Meizani menambahkan, "Teluk Saleh adalah habitat penting bagi hiu paus muda. Melalui pariwisata berkelanjutan dan edukasi, masyarakat kini turut berperan aktif dalam pengumpulan data ilmiah."
Siti Hediati Soeharto, Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi perikanan, konservasi, dan kebijakan kelautan, turut menegaskan pentingnya Kawasan Konservasi Laut (KKL). Baginya, KKL bukan hanya tentang perlindungan, tetapi juga penyediaan alternatif ekonomi yang berkelanjutan dan pembangunan ketahanan jangka panjang bagi masyarakat dan ekosistem.
"Indonesia bangga mengusung visi untuk melindungi 30% wilayah laut kita pada tahun 2045," ujarnya. Ia melanjutkan, "Kawasan Laut Sunda Kecil, yang menjadi habitat hiu paus dan ekosistem terumbu karang yang kaya, berada di pusat ambisi ini. Kawasan ini tidak hanya penting secara ekologis, tetapi juga menopang perikanan skala kecil dan mata pencarian yang memiliki nilai budaya."
Baca Juga: Pusat Edukasi Hiu Paus Resmi Dibuka di Teluk Saleh, Dorong Kesadaran Global
KOMENTAR