Nationalgeographic.co.id—Penemuan fosil manusia purba Homo erectus di Selat Madura memunculkan kembali narasi tentang Paparan Sunda atau Sundaland yang hilang. Sundaland adalah landas benua hasil dari perpanjangan lempeng benua Eurasia yang berbentuk seperti semenanjung besar di Asia Tenggara.
Proses penemuan dan pengungkapan fosil Homo erectus di wilayah bekas Sundaland ini bukanlah penemuan yang terjadi hanya dalam waktu singkat. "Sebenarnya kita riset bukan kemarin sore. Bukan sebulan dua bulan, tapi ini sepuluh tahun," tutur Shinatria Adhityatama, peneliti dari Griffith University.
"Jadi kita keep temuan ini selama 10 tahun untuk benar-benar dipelajari secara komprehensif. Jadi ini benar-benar di-preview dengan sangat hati-hati. Jadi dari ditemukannya, lalu diidentifikasi, lalu akhirnya kita tahap publikasi," beber Adit, sapaan Adhityatama, dalam acara Bincang Redaksi bertajuk "Homo erectus dari Dasar Dunia yang Hilang" yang diselenggarakan oleh National Geographic Indonesia bersama BRIN dan Griffith University.
"Tahap publikasi juga itu tidak mudah. Karena ini jurnal internasional, banyak sekali review major, revision, yang harus kita hadapi dan akhirnya bisa kita sharing ke publik sore ini dan dibantu juga oleh National Geographic untuk memberitakan lebih luas publikasi dari temuan ini," lanjut Adit lagi.
Penemuan ini terjadi ketika Harold Berghuis, seorang peneliti arkeologi asal Leiden University, menjadi konsultan proyek reklamasi pulau di sekitar Selat Sunda. Saat pengerukan dan pemindahan pasir untuk reklamasi pulau tersebut, operator tak sengaja menggali ribuan fosil tulang. Harold menghentikan sementara pekerjaan reklamasi tersebut dan kemudian mengumpulkan fosil-fosil itu untuk diidentifikasi lebih lanjut.
Hasilnya adalah studi baru ini. Sebagian fosil tersebut ternyata merupakan milik spesies Homo erectus. Makalah hasil studi yang digarap oleh Harold bersama Adit dan rekan-rekan peneliti lainnya itu telah terbit di jurnal Quaternary Environments and Humans pada Juni 2025.
“Penemuan penting hasil penelitian kolaborasi ini merupakan bukti pertama persebaran Homo erectus di dataran rendah nan luas, Paparan Sunda, yang saat ini terendam di bawah permukaan laut, di Selat Madura," tegas Sofwan Noerwidi, Kepala Pusat Riset Arkeometri di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Para peneliti sepakat bahwa temuan baru ini menunjukkan bahwa Homo erectus ternyata menyebar ke dataran rendah di luar Jawa, tepatnya di Sundaland. Penyebaran itu terjadi saat air permukaan laut masih rendah dan belum menenggelamkan tanah yang hilang ini.
"Titik terendahnya itu, [dahulu hingga di bawah] 120 meter air itu surut," kata Adit. "Air ini mulai naik di 11.000 tahun lalu. Jadi kita baru jadi kepulauan itu sekitar mungkin 6.000-4.000 tahun lalu kita totally jadi negara Kepulauan Indonesia dan kita terpisah dengan regional Asia Daratan atau Asia Tenggara Daratan."
Pendek kata, Sundaland ditengarai merupakan dataran subur dengan banyak sungai dan savana hijau. Tim peneliti meyakini, populasi Homo erectus di Sundaland ini mungkin hidup di pinggir sungai yang besar.
Fakta soal sungai ini juga pernah diungkap oleh Ajeng Salma Yarista, sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ajeng dalam studi skripsinya meneliti Laut Jawa dan menemukan percabangan sungai purba yang kompleks.
“Jalur-jalur sungai purba ini ditengarai merupakan bagian dari sebuah jaringan sungai purba yang disebut sebagai Sungai Sunda Timur,” ungkap Ajeng dalam kisah yang terbit majalah National Geographic Indonesia edisi Februari 2017. Pada akhir zaman es, “terdapat kemungkinan bahwa sungai purba ini dapat menjadi indikasi lokasi hunian manusia.”
Senada, Harold Berghuis, peneliti utama dalam studi penemuan Homo erectus di Selat Madura, mengatakan dalam keterangan resmi penerbitan makalah studi tersebut, "Sepanjang sungai, mereka dapat air, kerang, ikan, buah, biji-bijian sepanjang tahun. Kami sudah tahu bahwa Homo erectus mengumpulkan kerang sungai. Di antara peninggalan fosil yang baru, kami juga menemukan bekas potongan pada tulang kura-kura dan banyak tulang sapi yang patah, yang menunjukkan adanya perburuan dan konsumsi sumsum tulang."
Dalam Bincang Redaksi yang digelar di National Geographic Store di Pondok Indah Mall 1, Jakarta, pada Sabtu, 14 Juni 2025, Sofwan yang terlibat dalam studi tersebut, juga turut hadir. Dia menjelaskan ada dua fragmen fosil Homo erectus yang ditemukan dalam studi ini.
"Temuannya adalah ada dua fosil manusia: fosil frontal atau bagian dahi, kemudian parietal, atau tengkorak bagian tepi," papar Sofwan. Hasil analisis tim studi menunjukkan bahwa fosil manusia purba Homo erectus tersebut berusia 140.000 tahun.
Selain terdapat fosil manusia purba Homo erectus, "di sana juga ada fosil ikan, tapi ikan air tawar," ungkap Sofwan.
"Ada kura-kura freshwater (air tawar). Ada hiu freshwater. Jadi, hiu yang sekarang, mereka yang hidup di Sungai Gangga, itu dulu pernah hidup di sini. Di sungai [yang kini jadi] Laut Jawa ini."
"Kemudian juga ada pari (air tawar). Pari yang sekarang sedang hidup di Sungai Mekong. Pari sungai. Pari air tawar yang juga pernah ditemukan di Batanghari dan di Musi."
Adit menambahkan bahwa total ada 36 spesies prasejarah yang ditemukan dari total sekitar 6.000 spesimen fosil di Selat Madura itu. Menurut Adit, temuan ini mempertegas dan menambah bukti bahwa Sundaland punya peran penting bagi kehidupan manusia. Sundaland pernah menjadi jalur migrasi dan habitat manusia purba.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR