Suku Fore di Papua Nugini yang Mati tak Wajar akibat Kanibal

By Galih Pranata, Senin, 26 September 2022 | 08:45 WIB
Suku Fore di Papua Nugini dengan tradisi memakan jenazah selama bertahun-tahun hingga munculnya prion yang mengkhawatirkan. (Ancient Origins)

"Jika jenazah dikubur akan dimakan cacing; jika diletakkan di atas panggung akan dimakan belatung; Fore percaya bahwa jauh lebih baik jenazah dimakan oleh orang yang menyayangi almarhum daripada oleh cacing dan serangga."

Perempuan akan membuang otaknya, mencampurnya dengan pakis, dan memasaknya dalam tabung bambu. Mereka memanggang api dan memakan semuanya kecuali kantong empedu. Akan tetapi para ibu kadang-kadang akan menghidangkan potongan-potongan jenazah kepada anak-anak sebagai "camilan."

 Baca Juga: Tengkorak Korban Tsunami Tertua Sedunia Ditemukan di Papua Nugini

 Baca Juga: Penyihir di Papua Nugini, Perburuan Mematikan yang Bertahan Hidup

 Baca Juga: Bagaimana Cara Tradisi Pembuatan Mumi Suku Anga di Papua Nugini?

Akhirnya, setelah didesak oleh para peneliti seperti Lindenbaum, para ahli biologi sampai pada gagasan bahwa penyakit aneh dan tak wajar itu berasal dari memakan bangkai orang mati.

Kasus ini ditutup dan menjadi jelas setelah sekelompok peneliti di US National Institutes of Health menyuntikkan otak manusia yang terinfeksi ke simpanse, dan mengamati gejala kuru berkembang pada hewan tersebut beberapa bulan kemudian.

Namun, penyakit itu bukan dari virus—atau bakteri, jamur, atau parasit. Itu merupakan infeksi yang sama sekali baru, yang tidak memiliki materi genetik, bisa bertahan hidup direbus, dan bahkan tidak hidup.

Meskipun Fore menghentikan praktik pesta kamar mayat lebih dari 50 tahun yang lalu, kasus kuru terus muncul selama bertahun-tahun, karena "prion" bisa memakan waktu puluhan tahun untuk menunjukkan efeknya. 

Prion dapat dikatakan sebagai penyakit yang diduga mirip seperti kuru, dimana terjadi kerusakan kantong sel saraf di otak, meninggalkan otak penuh dengan lubang, seperti spons.

Belay mengatakan penyakit ini "sedikit mengkhawatirkan" karena, tidak seperti penyakit sapi gila dan kuru, di mana prion menular terkonsentrasi di otak dan jaringan sistem saraf.

Hingga kini, otoritas kesehatan di Papua Nugini masih berupaya untuk menanggulangi bencana penyakit ini untuk mewaspadai kepunahan suku Fore.