Dunia Hewan: Air Liur Kutu Dapat Melemahkan Respons Kekebalan Kulit

By Wawan Setiawan, Sabtu, 1 Oktober 2022 | 18:30 WIB
Kutu Eropa yang paling umum (Ixodes ricinus), di dunia hewan, kutu ini bisa menjadi vektor penyakit yang sangat berbahaya, bahkan pada manusia. (mercyhealth / flickr)

Nationalgeographic.co.id - Sampai saat ini, para ilmuwan belum sepenuhnya memahami mengapa kutu adalah vektor penyakit yang sangat berbahaya di dunia hewan. Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Johanna Strobl dan Georg Stary dari Departemen Dermatologi MedUni Vienna menunjukkan bahwa air liur kutu menghambat fungsi pertahanan kulit. Sehingga meningkatkan risiko penyakit seperti tick-borne encephalitis (TBE) atau penyakit Lyme.

Penyakit Lyme didiagnosis berdasarkan gejala, temuan fisik (misalnya, ruam), dan kemungkinan terpapar kutu yang terinfeksi. Gejala khasnya termasuk demam, sakit kepala, kelelahan, dan ruam kulit khas yang disebut eritema migrans. Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebar ke persendian, jantung, dan sistem saraf.

Meskipun penyakit Lyme jarang mengancam jiwa, pengobatan yang tertunda dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah. Orang yang melihat ruam khas atau gejala lain yang mungkin muncul, harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan mereka.

Sedangkan tick-borne encephalitis (TBE) adalah penyakit menular virus pada manusia yang melibatkan sistem saraf pusat, dan terjadi di banyak bagian Eropa dan Asia. Virus ini ditularkan melalui gigitan kutu yang terinfeksi, ditemukan di habitat hutan. TBE paling sering bermanifestasi sebagai penyakit dua fase.

Virus tick-borne encephalitis (TBE) menyebar melalui gigitan kutu yang terinfeksi. Kadang-kadang, virus TBE dapat menyebar ke manusia melalui makan atau minum susu mentah atau keju dari kambing, domba, atau sapi yang terinfeksi. Tidak ada pengobatan khusus untuk TBE setelah Anda terinfeksi tetapi ada vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi.

Hasil studi terbaru ini telah diterbitkan 27 September dalam Journal of Clinical Investigation dengan judul “Tick feeding modulates the human skin immune landscape to facilitate tick-borne pathogen transmission.” Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan penyelidikan mereka pada sampel kulit dari sukarelawan dan juga pada model kulit manusia, meniru gigitan kutu Eropa yang paling umum (Ixodes ricinus).

Menggunakan teknik mikroskop medan gelap, fotomikrograf ini, diperbesar 400x, mengungkapkan adanya spirochaete, atau bakteri (CDC-PHIL/Wikipedia)

Dalam kedua kasus, tim yang dipimpin oleh Georg Stary (Departemen Dermatologi MedUni Vienna, Pusat Penelitian CeMM untuk Kedokteran Molekuler dari Akademi Ilmu Pengetahuan Austria, Institut Ludwig Boltzmann untuk Penyakit Langka dan Tidak Terdiagnosis) bekerja sama dengan kelompok penelitian Hannes Stockinger (Pusat untuk Patofisiologi, Infeksi dan Imunologi di MedUni Vienna). Mereka mengidentifikasi pola imunomodulasi yang terjadi dengan cepat. Sebagai contoh, ditemukan bahwa fungsi sel imun, terutama sel T, yang penting untuk memori imunologis, terganggu oleh kontak dengan air liur kutu.

 Baca Juga: Studi Baru: Hampir 15 Persen Orang di Dunia Terjangkit Penyakit Lyme

 Baca Juga: Virus Misterius Menyebar di Tiongkok, Diduga dari Gigitan Kutu

 Baca Juga: Kabar dari Jepang, Munculnya Virus Infeksi Baru yang Ditularkan Kutu

Para ilmuwan melakukan pengamatan serupa pada tahap awal model infeksi oleh Borrelia burgdorferi, penyebab paling umum penyakit Lyme. Mereka menemukan bahwa pra-inkubasi bakteri penular penyakit Lyme (B. burgdorferi spirochetes) dengan ekstrak kelenjar ludah kutu menghambat akumulasi sel kekebalan di kulit dan meningkatkan beban patogen.