Nationalgeographic.co.id - Menjadi seorang kaisar di zaman Romawi kuno bukanlah tugas yang mudah. Meski posisi ini diinginkan oleh banyak orang, tidak sedikit kaisar yang mati mengenaskan. Hal ini diungkapkan oleh Joseph Saleh, peneliti teknik kedirgantaraan. Dari 14 Masehi hingga 395 Masehi, 43 dari 69 penguasa Romawi (62%) meninggal dengan kejam. Kaisar Romawi cenderung mengalami kematian yang kejam. Berikut daftar kaisar Romawi yang meninggal dengan mengenaskan di tangan musuhnya.
Caracalla dan Geta (198-217 Masehi)
Menurut catatan sejarah, Caracalla merupakan kaisar yang biadab dan menghalalkan segala cara untuk berkuasa. Setelah memerintah Romawi selama beberapa tahun bersama ayahnya, Septimius Severus, Caracalla mengambil alih Kekaisaran Romawi bersama dengan adiknya, Geta.
Kekuasaan dan persaudaraan ini tidak berlangsung lama. Setelah gagal membunuh Geta selama festival Saturnalia, Caracalla memerintahkan perwira membantai sang adik. Seakan masih belum cukup kejam, Geta dibantai saat berada di pelukan sang ibu.
Caracalla sendiri kemudian dibunuh pada tahun 217 oleh seorang pria yang saudaranya menjadi korban kesadisan sang kaisar. Saat itu, ia berhenti di sisi jalan saat dalam perjalanan ke Edessa. “Ia tewas di tangan Julius Martialis, salah satu pengawalnya, dengan satu tebasan,” tulis Ilia Blinderma di laman Open Culture.
Joannes (423-425 Masehi)
Tidak banyak catatan sejarah yang dituliskan tentang kaisar yang satu ini. Joannes tampaknya adalah seorang kaisar dengan beberapa kemampuan yang merugikannya. Ia gagal menciptakan cengkeraman kuat di kekaisaran.
Procopius, seorang cendekiawan antik, menyebutnya “baik lembut dan diberkahi dengan kebijaksanaan.” Menurut cendekiawan itu, Joannes benar-benar mampu melakukan perbuatan yang berani.
Pada tahun 425, tentara kekaisaran timur menangkapnya dan memotong tangannya. Sang kaisar ditempatkan di atas seekor keledai untuk diarak dan diejek di sebuah hippodrome. Setelah menderita penghinaan yang tiada tara, Joannes pun mati dipenggal.
Commodus (177-192 Masehi)
"Commodus seharusnya bisa menjadi kaisar yang patut dicontoh, melihat dari keluarga mana ia berasal," tambah Blinderman. Baik kakek dan ayahnya adalah kaisar sebelumnya. Bahkan ayahnya, Marcus Aurelius, dipuji sebagai salah satu dari Lima Kaisar Baik di Kekaisaran Romawi.
Commodus, bagaimanapun, tidak mewarisi kecenderungan filosofis ayahnya maupun kecerdasan politiknya. Untuk mengakhiri pemerintahan yang dilanda perselisihan politik, Commodus membiarkan dirinya menjadi korban megalomania yang merusak.