Pesta Pernikahan Romawi Kuno, Wajib Kurban Babi Untuk Para Dewa

By Hanny Nur Fadhilah, Senin, 31 Oktober 2022 | 09:02 WIB
Pengantin pernikahan Romawi kuno. (Massimo Todaro)

Nationalgeographic.co.id – Beberapa wanita meninggalkan jejak dalam sejarah melalui pencapaian luar biasa mereka di Romawi kuno. Sebagian besar menghabiskan hidup mereka di bawah dominasi ayah, suami, dan anggota keluarga pria lainnya. Ini terutama berlaku untuk wanita Romawi, yang menikah pada usia yang sangat muda. Lalu, bagaimana pernikahan di Romawi kuno?

Jenis Pernikahan di Roma Kuno

Dilansir Wondrium Daily, ada dua jenis pernikahan di Roma kuno yaitu 'dengan tangan' dan 'tanpa tangan'. Dalam pernikahan 'dengan tangan', perempuan tidak memiliki hak hukum apa pun. Properti mereka dipindahkan ke suami mereka dalam bentuk mahar, dan suami mereka, secara teori, memiliki kekuatan hidup dan mati atas mereka.

Dalam pernikahan 'tanpa tangan', tidak ada mahar dan wanita memiliki tingkat kebebasan tertentu dibandingkan dengan pernikahan 'dengan tangan'. Suami mereka tidak mengontrol mereka sepenuhnya. Sebaliknya, mereka tetap berada di bawah kendali kerabat laki-laki terdekat mereka yang berpengaruh.

Sejak abad ke-1 M dan seterusnya, pernikahan 'tanpa tangan' ini menjadi lebih populer, sebagian karena mereka memberikan lebih banyak kebebasan pada wanita.

Cinta Pernikahan di Roma Kuno

Meskipun banyak pernikahan Romawi yang diatur, tidak ada kekurangan pernikahan cinta. Misalnya, putri Julius Caesar, Julia, dan suaminya, Pompey, saling menyayangi. Pompey patah hati ketika Julia meninggal saat melahirkan.

Contoh populer lain dari pernikahan cinta di Roma kuno adalah Marcus Brutus—salah satu pembunuh Caesar—dan istrinya Porcia. Brutus, yang kepincut dengan Porcia, bahkan mengungkapkan kepadanya rencana melawan kehidupan Caesar.

 Baca Juga: Beda Praktik Perkawinan Sedarah di Era Yunani Kuno dan Romawi Kuno

 Baca Juga: Seperti Apa Kehidupan Masyarakat di Kekaisaran Romawi Timur?

 Baca Juga: Meski Tidak Dilarang Hukum Romawi, Inses Dianggap Tabu dan Barbar

Musonius Rufus, seorang filsuf tabah dari abad ke-1 M, menulis, "Kekayaan atau kecantikan atau bangsawan tidak dapat menambahkan sesuatu yang lebih untuk pernikahan daripada concordia." Secara etimologis, kata concord berarti 'hati bersama-sama', atau seperti yang bisa dikatakan, 'dua hati berdetak menjadi satu'.