Nationalgeographic.co.id - Budaya Yunani kuno dan Romawi kuno sama-sama tidak asing dengan praktik perkawinan sedarah. Dunia modern kini mengenal hal tersebut sebagai inses, sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin.
Inses memliki arti hubungan seksual atau perkawinan antara dua orang yang bersaudara kandung yang dianggap melanggar adat, hukum, atau agama. Bagaimana praktik perkawinan sedarah yang terjadi di era Yunani kuno dan Romawi kuno?
Mia Forbes, seorang sejarawan klasik, pernah menulis di The Collector bahwa orang-orang Yunani tidak memiliki kata untuk inses. Namun orang-orang Yunani kuno punya kata metrokoites yang berarti seorang pria yang tidur dengan ibunya, hingga thugatromixia yang berarti tindakan tidur dengan putrinya sendiri.
Tidak ada dari dua kata ini yang bisa langsung kita terjemahkan sebagai 'inses'. Hubungan semacam itu secara halus disebut sebagai gamos anosios atau gamos asebes, yang secara harfiah berarti 'persatuan yang tidak suci'.
Dari Romawi barulah kita mendapatkan istilah modern 'inses' atau 'incest', yang berasal dari kata Latin 'insestum' atau 'incestum'. "'Incestum' secara harfiah berarti sesuatu yang tidak castum, atau tidak murni, dan oleh karena itu mengacu pada seluruh aktivitas seksual yang dianggap melanggar batas moral, agama, atau hukum," tulis Mia Forbes.
Inses jelas termasuk dalam kategori insestum. Namun parktik pelanggaran lainnya terkait seks juga bisa masuk kategori tersebut.
Misalnya, jika seorang Perawan Vestal kehilangan keperawanannya yang suci, dia akan dituduh melakukan inses dan dihukum sesuai dengan itu. Kasus yang terkenal, seorang negarawan abad ke-1 Sebelum Masehi, Clodius Pulcher, didakwa melakukan inses ketika dia menyelinap ke dalam upacara keagamaan yang semuanya perempuan dengan menyamar sebagai perempuan.
Dalam mitologi Yunani maupun Romawi, inses adalah kisah lazim yang terjadi di antara para dewa mereka. Namun, kita harus ingat bahwa dewa-dewa klasik bukanlah model moralitas dan kebaikan yang kita kaitkan dengan kata 'tuhan' sekarang. Sebaliknya, mereka masing-masing adalah karakter independen dengan kekuatan mereka sendiri dan sifat buruk mereka sendiri.
Baca Juga: Apa Perbedaan antara Kehidupan Romawi Kuno dengan Yunani Kuno?
Baca Juga: Tujuh Penemuan Romawi Kuno: Inovasi yang Berguna hingga Sekarang
Baca Juga: Pernikahan Politik, Pemicu Tingginya Angka Perceraian di Era Romawi
"Orang-orang Yunani atau Romawi kuno tidak akan bertujuan untuk meniru tindakan atau perilaku para dewa dalam kehidupan mereka sendiri," tulis Forbes. "Meskipun demikian, menarik untuk mempertimbangkan bagaimana penyimpangan seksual dari tokoh-tokoh Ilahi ini mungkin telah memengaruhi persepsi klasik tentang inses."
Entah kisah para dewa itu memengaruhi orang-orang Yunani dan Romawi atau tidak, faktanya hukum Yunani kuno dan Romawi kuno pernah secara tegas membolehkan praktik perkawinan sedarah. Hukum dari dua negara-kota besar Athena dan Sparta di era Yunani kuno menunjukkan bahwa orang-orang Yunani diizinkan secara hukum untuk menikahi saudara kandung mereka sendiri.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR