Sudah Seefektif Apa Strategi Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia?

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 5 November 2022 | 09:00 WIB
Merokok tembakau dapat membuat ketagihan. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Keputusan ataupun rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok di Indonesia selalu diwarnai oleh pro kontra. Banyak yang pro dengan alasan demi menurunkan jumlah perokok dan tingkat penyakit akibat merokok. Adapun yang kontra, tentunya termasuk para perokok aktif, kerap menjadikan nasib ekonomi para petani tembakau dan pekerja pabrik rokok sebagai dalih mereka.

Faktanya, menurut data, kecanduan merokok telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia. Rinciannya, sekitar seperlima dari jaminan kesehatan nasional (JKN) Indonesia pada tahun 2016, yakni sekitar Rp14,5 triliun, dihabiskan untuk mengobati “penyakit-penyakit katastropik”, yang sebagian besar disebabkan oleh merokok.

Indonesia juga telah mencatat "rekor global" karena prevalensi tingkat merokok penduduk Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Tingginya prevalensi merokok di Indonesia didominasi oleh laki-laki.

Data terakhir yang dikutip oleh para peneliti dari Monash University menunjukkan bahwa prevalensi merokok laki-laki Indonesia adalah 76,1%. Adapun prevalensi merokok perempuan Indonesia adalah 2,8%.

Sebuah studi oleh Kristina dan rekan-rekannya menemukan bahwa, pada tahun 2015, biaya pengobatan akibat merokok di Indonesia mencapai 2,177 miliar dolar AS atau sekitar Rp34,145 triliun. Dibedakan berdasarkan jenis kelamin, biaya perawatan sekitar 2,164 miliar dolar AS atau sekitar Rp33,941 triliun dikaitkan dengan perokok pria dan biaya 13 juta dolar AS atau sekitar Rp203,9 miliar untuk perokok wanita.

Sebuah studi lainnya pada tahun 2020 memperkirakan bahwa 11,9 juta tahun hidup yang selaras dengan produktivitas akan hilang di antara para perokok berusia 15 sampai 54 tahun di Indonesia jika diikuti sampai usia 55 tahun, yakni usia resmi pensiun. Studi ini juga menghitung estimasi total biaya kerugian produktivitas akibat merokok akan mencapai 139,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp2.192,7 triliun.

Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan progresif dari pemerintah untuk menurunkan tingkat konsumsi rokok di Indonesia. Lalu, apakah sejauh ini pemerintah Indonesia terlihat "serius" atau hanya "bergurau" dalam menghadapi masalah rokok? Sudah seefektif apa kebijakan-kebijakan yang telah mereka buat?

Baca Juga: Selandia Baru Akan Tetapkan Larangan Merokok untuk Semua Orang Dewasa

Baca Juga: Tidak Sama, Beberapa Orang Ternyata Tidak Mudah Kecanduan Rokok

Baca Juga: Misteri Banyak Perokok Tidak Menderita Kanker Paru-Paru Terpecahkan

Baca Juga: Apakah Batas Usia Minimal Membeli Rokok Bisa Kurangi Perokok Muda? 

Sekelompok peneliti dari Monash University telah melakukan penelitian untuk menilai kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengendalikan tingkat konsumsi rokok tembakau di Indonesia. Dalam studi ini para peneliti secara khusus menilai efektivitas biaya vareniklin (varenicline) yang didanai pemerintah, larangan merokok di tempat umum, dan tambahan pajak tembakau 10% di Indonesia. Vareniklin adalah obat yang bisa membantu perokok untuk berhenti merokok.

Para peneliti mengerjakan riset ini dengan membuat miodel Markov dengan sampel orang-orang Indonesia yang berusia 15 hingga 84 tahun, dan simulasi tindak lanjut dilakukan hingga responen berusia usia 85 tahun. Model Markov dengan 2 status kesehatan ("hidup" dan "mati") dan siklus 1 tahun ini dirancang untuk menangkap beban merokok.

Metode ini mencatat pergerakan para subjek dari kondisi kesehatan "hidup" ke "mati". Model ini juga menangkap semua penyebab kematian, tahun hidup, tahun hidup yang selaras dengan kualitas hidup, dan biaya kesehatan yang berhubungan dengan merokok.

"Data demografi, prevalensi merokok, dan kematian diambil dari Global Burden of Disease Study 2017. Data mengenai kemanjuran dan biaya dari 3 intervensi dikumpulkan dari sumber-sumber yang dipublikasikan," papar para peneliti.

"Biaya dan manfaat yang diperoleh lebih dari satu tahun didiskontokan sebesar 3% per tahun. Nilai tahun data biaya adalah 2020," tulis para peneliti dalam laporan studi mereka yang telah terbit di jurnal Value in Health Regional Issues pada Oktober 2022.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vareniklin yang didanai pemerintah, larangan merokok di tempat umum, dan pajak tembakau tambahan 10% diperkirakan masing-masing menyelamatkan 5,5 juta, 1,6 juta, dan 1,7 juta tahun kehidupan.

"Dalam hal tahun hidup yang selaras dengan kualitas, 3 intervensi tembakau ini diperkirakan masing-masing menambah 11,9 juta, 3,47 juta, dan 3,78 juta dalam tahun hidup yang selaras dengan kualitas," tulis Clark C. Matheos sekalu penulis utama dalam makalah studi ini.

Penghematan biaya perawatan kesehatan terkait rokok berkat tiga intervensi tersebut masing-masing berjumlah 313,8 miliar dolar AS, 97,5 miliar dolar AS, dan 106 miliar dolar AS. Oleh karena itu, dari perspektif sistem perawatan kesehatan, ketiga intervensi tersebut cukup dominan menghemat biaya perawatan kesehatan.

Kesimpulannya, tindakan-tindakan pengendalian tembakau di Indonesia cenderung sangat hemat biaya dan bahkan menghemat biaya dari perspektif sistem perawatan kesehatan. Namun, menurut para peneliti, nilai penghematan biaya kesehatan ini perlu dipertimbangkan dan diseimbangkan juga dengan nilai kerugian ekonomi atas dampak yang mungkin terjadi pada industri tembakau karena kebijakan-kebijakan tersebut.