Pelestarian Ekologi dan Arkeologi Kawasan Cagar Budaya Muarajambi

By National Geographic Indonesia, Rabu, 9 November 2022 | 11:00 WIB
Candi Tinggi di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi. (Feri Latief untuk Museum Nasional Indonesia)

Oleh Feri Latief

  

Suatu sore di Desa Danau Lamo, Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi. Anak-anak kecil riang gembira berenang di Sungai Berembang. Sesekali mereka naik ke darat, menuju jembatan besi  yang melintang di atas sungai itu lalu terjun bebas ke air.

Byuuuur! Terdengar gelak tawa dan canda mereka.

Cahaya matahari  sore menerpa rumah-rumah panggung yang berjejer-jejer di tepi sungai yang menghadap ke barat ke arah matahari. Di sungai itu terasa damai nian ditengah celoteh anak-anak kecil yang berenang. Sesekali melintas sungai perahu kecil didayung warga. Sore nan Indah!

Suasana sore di Sungai Berembang ini, melempar imajinasi saya ke ribuan tahun lalu, tepatnya abad ke-7 sampai dengan abad ke-13 masehi. Saat Kawasan Muarajambi ini merupakan Kerajaan Melayu yang penting dan ramai bagi peradaban Nusantara.

Mungkin saja suasananya pada saat itu sama seperti yang saya lihat sekarang ini, bahkan lebih ramai dan hidup dikarenakan Danau Lamo ini dulunya menjadi bagian dari pusat peribadatan dan pendidikan Buddha di Muarajambi yang terbesar di Nusantara. Murid-muridnya berjumlah ribuan yang datang dari berbagai belahan dunia.

"Sungai Berembang ini salah satu sungai yang merupakan salah satu jaringan sungai-sungai kuno yang ada di kawasan Muarajambi," demikian penjelasan Agus Widiatmoko, kini menjabat sebagai Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya, Jambi.

Warga berperahu melintasi Sungai Berembang di Danau Lamo, Muarajambi. Sungai ini salah satu jaringan saluran air Sungai Batanghari. ( Feri Latief untuk Museum Nasional Indonesia)

Sungai Berembang ini yang menghubungkan antara kompleks percandian dengan sungai Batanghari juga jaringan-jaringan saluran air yang menuju pelabuhan Muara Sabak di pesisir timur Sumatera.

"Di Danau Lamo ini, di tepi sungai Berembang ini masyarakat tinggal di tepi sungai. Ini mengingatkan pada berita-berita dari Cina pada abad ketujuh dan delapan yang menyebutkan bahwa masyarakat melayu atau Jambi ini tinggal di tepi sungai. Bahkan juga tinggal di rumah-rumah rakit yang ditambahkan di tepi sungai Batanghari," lanjutnya.

Penasaran dengan penjelasannya saya kemudian mencari tahu lewat literatur, saya temukan banyak foto-foto zaman Hindia Belanda yang menggambarkan pemukiman rapat di tepi sungai Batanghari. Permukiman itu terdiri dari rumah-rumah yang yang didirikan diatas rakit dan mengapung di atas Batanghari.