Pelestarian Ekologi dan Arkeologi Kawasan Cagar Budaya Muarajambi

By National Geographic Indonesia, Rabu, 9 November 2022 | 11:00 WIB
Candi Tinggi di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi. (Feri Latief untuk Museum Nasional Indonesia)

Dengan peningalan cagar budaya di kawasan seluas hampir 4.000 hektare untuk melestarikan dan menjaganya bukan hanya urusan pemerintah tapi juga masyarakat Indonesia. Untuk itu konsep pembangunan berbasis komunitas yang berkelanjutan harus dikembangkan. Masyarakat bisa aktif ikut membantu menjaga dan merawat Kawasan Cagar Budaya Nasional yang tak ternilai ini.

Masyarakat secara mandiri bahu membahu bersama pemerintah dan swasta ikut aktif terlibat dalam pelestarian cagar budaya. Masyarakat dilibatkan juga dalam pemugaran candi, secara teknis diajarkan bagaimana memugar. Diedukasi untuk bisa menangani artefak-artefak yang tersebar di kawasan itu bila ditemukan.

Selain itu juga masyarakat diedukasi tentang sejarah dan budaya Muarajambi juga rencana pembangunan ke depan agar masyarakat bisa mendapat manfaat dari keberadaan cagar budaya yang mereka miliki. Agar berdampak pada kesejahteraan masyarakat. 

Saat ini sedang dipugar empat kompleks bangunan candi di Muarajambi. Candi Kota Mahligai, Menapo Parit Duku, Candi Gedong 1 dan Candi Teluk 1. Juga sungai-sungai dan kanal-kanal tua yang mendangkal dinormalisasi. Sedimentasi dan tumbuhan yg menutupi akan dibersihkan. 

  

Baca Juga: Annabel Gallop: Butuh Langkah Baru untuk Menjaga Surat Piagam Jambi

Baca Juga: Surat dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz kepada Istana Sriwijaya

Baca Juga: Siapa Sejatinya Sailendra: Penguasa Jawa atau Penguasa Sriwijaya?

    

"Dalam pemugaran kita memperhatikan dua hal, melestarikan budaya dan melestarikan alam. Di kawasan ini banyak tumbuh-tumbuhan endemik Sumatra. Pohonnya besar-besar dan vegetasi beragam. Ada juga flora dan fauna yang harus kita lestarikan," jelas Agus Widiatmoko.

Untuk itu dalam pemugaran candi-candi tersebut pohon-pohon besar yang tumbuh di atas candi tidak akan ditumbangkan. Seperti Candi Kota Mahligai, di mana bangunan candinya sudah tertutup oleh tanah, akar dan pepohonan besar yang tua. Pohon-pohon tua itu tetap dipertahankan, menjadi bagian dari sejarah candi itu sendiri.

"Kita memugar dengan struktur-struktur bangunan candi yang bisa disandingkan dengan Warisan alam. Alamnya tidak rusak dan sebagian struktur cagar budaya ini kita nampakan," lanjutnya.

Konsep The New Conservation akan diterapkan di sana. Konservasi tidak hanya struktur bangunan candinya, tapi juga lingkungan ekosistemnya harus secara utuh ikut dilestarikan.

"Apapun alasannya, narasi cerita Muarajambi sebagian juga tersimpan dalam ingatan masyarakatnya. Ini jangan sampai hilang!" tegas Agus.

Candi, lingkungannya, termasuk permukiman tradisional tak boleh dihilangkan. Janganlah dipindahkan bahkan digusur, karena semua memiliki benang merah. Masyarakat yang hidup di sana bagian dari sejarahnya. Sosial budayanya juga ikut dilestarikan. 

"Masyarakat sejak Awal bukan bekerja sama dengan pemerintah, tapi bersama-sama kerja untuk melestarikan Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi," tandasnya.