Cerita Jelang Masuknya Film ke Hindia Belanda pada Awal Abad ke-20

By Galih Pranata, Selasa, 22 November 2022 | 13:00 WIB
Film Darah dan Doa karya Usmar ISmail pada 1950. Film ini berkisah tentang situasi hijrahnya Tentara Nasional Indonesia dari Yogyakarta ke Jawa Barat pada awal 1949 setelah rentetan penyerangan Belanda dalam Aksi Polisional. (Darah dan Doa/Pusat Film Negara)

  

Baca Juga: Dari Gagasan Film Indonesia Pertama Sampai Nasionalisme Kemenyan

Baca Juga: Menciptakan Masyarakat Inklusif Bagi Kaum Difabel Lewat Film 'Tegar'

Baca Juga: Jasa Wiranatakusumah V Bagi Perfilman Pribumi di Zaman Hindia Belanda

    

Mulai ramai sejumlah warga mempersiapkan hari esok untuk menonton film, pertama kalinya di Hindia Belanda. Namun, kenyataannya, harga tiket yang tinggi, membuat banyak dari pribumi tak bisa ikut menyaksikannya. Bioskop hanya untuk keluarga kerajaan atau elit kaya lainnya.

Namun, pada kenyataannya pula, film pertama yang diputar tak banyak mendapat respon positif. Meskipun di awal-awal sempat membuat rakyat terhenyak, tapi kemudian ditinggalkan.

Film tersebut hanya berupa film dokumenter tanpa unsur cerita atau penokohan di dalamnya. Terkesan monoton, membuat sedikit demi sedikit warga mulai meninggalkan rumah tempat film itu diputar.

Hanya saja, beberapa bulan kemudian, film-film ala barat mulai menghiasi jagat perfilman dengan alur dan penokohan yang menarik. Nyatanya, film-film yang kita lihat hari ini, bermula dari masuknya film-film barat ke negeri ini sejak lama.