Ngayogjazz, Gairah Kebersamaan Musik Jazz untuk Warga Segala

By National Geographic Indonesia, Selasa, 22 November 2022 | 08:42 WIB
Alfado Jacob Trio- Solo Jazz Society saat tampil di Ngayogjazz 2022. Perhelatan tahunan ini memiliki gagasan kolaborasi dengan warga, bertimbang rasa dengan alam desa. (Aditya Prabowo)

     

Apa yang istimewa setiap November di Yogyakarta? Kita akan menjumpai perhelatan: Ngayogjazz. Ketika warga dan peminat musik berkolaborasi menyajikan musik dalam suasana alam dusun nan bersahaja.

   

Oleh Aditya Prabowo

    

Nationalgeographic.co.id—Perhelatan musik yang bernuansa kebersamaan dan menyatu dengan lingkungan ini telah memasuki tahun ke-16. Ajang kali ini dihelat  di Dusun Cibuk Kidul pada 19 November 2022. Dusun di Kabupaten Sleman ini dikenal sebagai penghasil mina dan olahannya.

Festival nan unik. Selain memiliki gagasan dalam berpentas, festival ini memajukan kemandirian ekonomi masyarakat. Aspek yang membuat festival ini berbeda adalah lokasi pelaksanaan yang berpindah-pindah setiap perhelatannya dan mengutamakan dusun-dusun yang ada di Yogyakarta. Setiap perhelatannya menampilkan kejutan-kejutan.

Bagaimana sebuah dusun diubah menjadi tempat pertunjukan yang terdiri atas beberapa panggung. Panggung-panggung itu menyeruak di tengah-tengah permukiman warga. Pada perhelatan tahun ini terdapat panggung yang berdiri di pekarangan rumah warga, bersebelahan dengan kendang kerbau. Bahkan, panggung itu berdampingan dengan makam desa.

Pembukaan Ngayogjazz 2022, yang dihelat di Cibuk Kidul, sebuah dusun di Kabupaten Sleman. Kebersamaan dan kesahajaan dalam pentas musik jazz. (Aditya Prabowo)

Inilah hal yang menarik dari setiap pelaksanaan Ngayogjazz: Ketika warga, panitia pelaksana, dan para sukarelawan bekerja sama untuk menyuguhkan suatu festival yang berbeda.

Ngayogjazz menjadi jembatan bagi masyarakat dan pemirsanya, atau siapapun yang terlibat, untuk memberikan pertambahan nilai ekonomi. Jangan harap kita menemui gerai cepat saji di tempat ini, yang ada hanyalah sajian kuliner yang disediakan oleh warga setempat. Warga pun merasakan dampak langsung dari festival ini. Kita bisa menjumpai kudapan tradisional yang sudah jarang dijajakan di pasar-pasar. 

Perhelatan musik jazz ini hadir dengan kesederhanaan, sekaligus melihat sebuah ruang untuk berkolaborasi bersama masyarakat. Kita dapat belajar bagaimana kedua sisi ini saling membutuhkan satu sama lain, bagaimana kita dapat saling menghargai dan menikmati apa makna kesederhaan.

Huaton Dixie yang berpentas di salah satu panggung Ngayogjazz. Perhelatan musik jazz nan unik karena digelar di pekarangan warga—bahkan panggung-panggungnya didirikan di dekat kandang sapi atau bersebelahan dengan makam warga. (Aditya Prabowo)

Warga menyajikan kudapan tradisional sepanjang pentas Ngayogjazz. Penyelenggara berharap pentas musik ini turut mendukung kemandirian ekonomi setempat, sekaligus mengedukasi tentang menjaga lingkungan. (Aditya Prabowo)

Lebih lanjut lagi, satu hal yang menjadikan festival ini sungguh menarik adalah keterlibatan warga, bukan hanya sebagai penonton tetapi juga pelaku utama. Warga membantu menghadirkan instalasi seni, membuka selebar-lebarnya rumah dan pekarangan mereka untuk dijadikan panggung-panggung pertunjukan, tempat para penonton beristirahat sejenak melepas lelah, sampai menyediakan fasilitas kamar kecil.

Berkait lingkungan, penyelenggara Ngayogjazz bersiasat atas sampah yang akan timbul usai festival ini. Sejauh mata memandang, kita mudah menemukan kantong-kantong pembuangan sampah. Kita sebagai penonton acara ini menjadi sadar untuk turut merawat dusun dan lingkungannya.

  

Baca Juga: Perang Dunia Pertama Memicu Berkembangnya Musik Jazz Pertama di Eropa

Baca Juga: Telusur Akar Musik WR Supratman: Anak Band yang Jadi Seorang Patriotis

Baca Juga: Dunia Hewan: Apakah Kicauan Burung Dapat Disebut Sebagai Musik?

   

Perhelatan tahun ini menampilkan berbagai komunitas jazz dari berbagai penjuru Nusantara: Lampung, Pekalongan, Surakarta, hingga Samarinda. Perhelatan ini menjadi ruang tumbuh bagi para komunitas, sekaligus tempat untuk mengapresiasi kerja seni. Tampaknya, hal ini menjadikan Ngayogjazz begitu memiliki tempat di hati para penikmatnya

Musisi dalam negeri dan luar negeri turut tampil. Kuaetnika yang pada hari itu meluncurkan album terbarunya, disambung Monita Tahalea dengan tembang Ilir-ilir, dan Irsa Dewi Quintet. ISI Big Band juga memberikan pertunjukan dengan komposisi menawan. Penampil dari luar negeri, Big Band Nationaal Jeugd Jazz Orkest dari Belanda. Keseruan juga tidak terhenti disitu, hadirnya Huaton Dixie menambah semaraknya pesta tahunan ini. Warga dan pemirsa bersama-sama menikmati setiap suguhan musiknya.

Ngayogjazz lebih dari sebuah festival. Perhelatan ini telah menjelma menjadi rumah yang ramah. Sebuah rumah yang selalu membuka tangannya untuk menyambut setiap orang. Bolehlah kita mengutip Joko Pinurbo bahwa "Jogja itu terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan."