Ganja Medis Ternyata Tidak Terbukti Bisa Mengatasi Rasa Sakit

By Ricky Jenihansen, Minggu, 4 Desember 2022 | 12:00 WIB
Ganja tidak lebih baik dari plasebo. (Age Foto Stock)

 Nationalgeographic.co.id – Penggunaan ganja medis dianggap makin tidak beralasan, setelah sebelumnya studi terperinci mengungkap bahwa ganja medis tidak terbukti dapat mengatasi gangguan mental. Sekarang penelitian terbaru makin menguatkan hal tersebut, ganja medis ternyata juga tidak terbukti dapat mengatasi rasa sakit.

Studi baru yang telah diterbitkan Journal of American Medical Association dengan judul "Placebo Response and Media Attention in Randomized Clinical Trials Assessing Cannabis-Based Therapies for Pain A Systematic Review and Meta-analysis."

Filip Gedin, Postdoctoral Researcher, Pain research, Karolinska Institutet, menulis untuk the conversation mengatakan bahwa ganja tidak lebih baik dari plasebo dalam mengatasi rasa sakit. Plasebo adalah "obat palsu" yang tidak memiliki efek apapun pada perawatan.

Seperti diketahui, plasebo digunakan sebagai pembanding terhadap obat yang sedang diuji. Sebagai pembanding plasebo tidak memiliki efek apapun atau semu, tetapi pasien akan menganggapnya sebagai obat asli dan hanya menimbulkan pengharapan atau sugesti.

Dengan adanya penelitian baru ini, jelas ganja medis makin tidak memiliki landasan ilmiah untuk digunakan sebagai ganja medis apalagi digunakan untuk tujuan rekreasional.

Ganja adalah salah satu obat yang paling banyak digunakan di dunia. Meskipun hanya ada beberapa negara yang melegalkan ganja untuk penggunaan rekreasional, lebih banyak negara telah melegalkan penggunaan ganja karena alasan medis.

Mengurangi rasa sakit adalah salah satu alasan paling umum orang melaporkan penggunaan ganja medis. Menurut survei nasional AS, 17% responden yang telah melaporkan penggunaan ganja dalam setahun terakhir telah diberi resep ganja medis.

Baca Juga: Mengulik Bagaimana Masyarakat di Dunia Kuno Memanfaatkan Ganja

Baca Juga: Hidangan Favorit Abad Pertengahan, Daging Babi Hingga Fermentasi Ganja 

Dalam hal pengobatan sendiri, jumlahnya bahkan lebih tinggi—dengan perkiraan bahwa antara 17-30% orang dewasa di Amerika Utara, Eropa, dan Australia melaporkan bahwa mereka menggunakannya untuk mengatasi rasa sakit.

Meskipun ganja (dan produk turunan ganja, seperti CBD) dapat digunakan secara luas untuk mengurangi rasa sakit, seberapa efektifnya ganja untuk mengatasi rasa sakit masih belum jelas selama ini dan hanya berupa klaim.

Efektivitas ganja belum jelas selama ini. (Sean Kilpatrick)

"Inilah yang ingin diungkap oleh tinjauan sistematis dan meta-analisis kami baru-baru ini," kata Gedin.

"Untuk melakukan penelitian kami, kami melihat hasil uji coba terkontrol secara acak di mana ganja dibandingkan dengan plasebo untuk pengobatan nyeri klinis."

"Kami secara khusus memasukkan studi yang membandingkan perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah pengobatan. Secara total, kami melihat 20 penelitian yang melibatkan hampir 1.500 orang."

Studi yang mereka sertakan melihat berbagai kondisi nyeri yang berbeda (seperti nyeri neuropatik, yang disebabkan oleh kerusakan saraf, dan multiple sclerosis) dan jenis produk ganja—termasuk THC, CBD, dan ganja sintetis (seperti nabilone).

Perawatan ini diberikan dalam berbagai cara, termasuk melalui pil, semprotan, minyak, dan asap.

Mayoritas peserta penelitian adalah perempuan (62%) dan berusia antara 33 dan 62 tahun. Sebagian besar penelitian dilakukan di AS, Inggris, atau Kanada—meskipun mereka juga menyertakan penelitian dari Brasil, Belgia, Jerman, Prancis, Belanda, Israel, Republik Ceko, dan Spanyol.

Baca Juga: Kaitan Legalisasi Ganja dengan Penurunan Penggunaan Obat Resep

Baca Juga: Benarkah Ganja Bantu Sembuhkan Penyakit Alzheimer? Ini Kata Ahli 

Meta-analisis kami menunjukkan bahwa nyeri dinilai secara signifikan kurang intens setelah pengobatan dengan plasebo, dengan efek sedang hingga besar tergantung pada masing-masing orang. Tim kami juga mengamati tidak ada perbedaan yang signifikan antara ganja dan plasebo untuk mengurangi rasa sakit.

Ini menguatkan hasil meta-analisis 2021. Faktanya, meta-analisis 2021 ini juga menemukan bahwa studi berkualitas lebih tinggi dengan prosedur penyamaran yang lebih baik (di mana baik peserta maupun peneliti tidak mengetahui siapa yang menerima zat aktif) sebenarnya memiliki respons plasebo yang lebih tinggi.

Hal itu menunjukkan bahwa beberapa uji coba ganja yang dikontrol plasebo gagal membuktikan klaim-klaim ganja medis, yang mungkin menyebabkan penilaian berlebihan terhadap efektivitas ganja medis.

"Studi kami juga mengungkapkan banyak peserta dapat membedakan antara plasebo dan kanabis aktif, meskipun memiliki bau, rasa, dan penampilan yang sama," katanya.

"Jika mereka sadar bahwa mereka menerima atau tidak menerima cannabinoid, mereka cenderung memberikan penilaian yang bias tentang keefektifan intervensi. Jadi untuk memastikan para peneliti mengamati efek ganja yang sebenarnya, para peserta tidak dapat mengetahui apa yang mereka terima."