Nationalgeographic.co.id – Studi kohort baru dari University of Leeds menemukan bahwa minum secangkir teh atau kopi secara teratur dapat melindungi wanita dari patah tulang panggul. Mereka juga menemukan bahwa meningkatkan asupan protein juga mengurangi risiko yang sama.
Rincian lengkap studi baru tersebut telah mereka terbitkan di Clinical Nutrition baru-baru ini dengan judul "Foods, nutrients and hip fracture risk: A prospective study of middle-aged women."
Dari studi tersebut, mereka menemukan bahwa untuk wanita, peningkatan protein 25g sehari dikaitkan dengan, rata-rata, penurunan 14% dalam risiko patah tulang pinggul. Secara mengejutkan, minum secangkir teh atau kopi tambahan juga dikaitkan dengan penurunan risiko sebesar 4%.
Para peneliti mencatat bahwa manfaat perlindungan lebih besar untuk wanita yang kekurangan berat badan, dengan peningkatan protein 25g/hari mengurangi risiko mereka sebesar 45%.
Protein bisa dalam bentuk apapun: daging, susu, atau telur dan untuk orang-orang yang berpola makan nabati, dari kacang-kacangan, kacang-kacangan atau polong-polongan.
Tiga hingga empat telur akan menghasilkan sekitar 25g protein seperti halnya steik atau sepotong salmon. 100g tahu akan menyediakan sekitar 17g protein.
Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari UK Women's Cohort Study, yang merekrut peserta antara tahun 1995 dan 1998. Saat mereka mengikuti penelitian, para wanita berusia antara 35 dan 69 tahun.
Lebih dari 3% wanita dalam kelompok studi mengalami patah tulang pinggul. Saat rekrutmen, mereka diminta mengisi kuesioner tentang pola makan dan gaya hidup mereka.
Baca Juga: Polusi Udara Berhubungan dengan Tingkat Obesitas Wanita Paruh Baya
Baca Juga: Studi Baru: Kegiatan Minum Kopi dapat Meningkatkan Umur Panjang
Penelitian tentang makanan, nutrisi, dan risiko patah tulang pinggul ini adalah sebuah studi prospektif terhadap wanita paruh baya. Didasarkan pada analisis observasi besar terhadap lebih dari 26.000 wanita.
Sebagai studi observasional, para peneliti mampu mengidentifikasi hubungan antara faktor dalam diet dan kesehatan. Mereka tidak dapat membedakan sebab dan akibat langsung.
Source | : | University of Leeds Press,Clinical Nutrition |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR