Mengulik Bisnis Kutuk-mengutuk yang Laris Manis di Zaman Romawi Kuno

By Sysilia Tanhati, Selasa, 6 Desember 2022 | 13:00 WIB
Orang Romawi percaya pada kutukan. Tidak jarang, mereka mengirim kutukan pada orang yang dibencinya. Kutukan tersebut dituliskan pada sebuah luah. (Mike Peel)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Romawi terkenal dengan banyak hal, tetapi tahukah Anda bahwa mereka juga terkenal dengan luah kutukannya? Luah ini, yang disebut defixiones oleh para peneliti, adalah cara orang Romawi kuno mengungkapkan ketidaksenangan mereka kepada orang lain. Pembuatnya akan menuliskan kutukan tersebut ke luah yang terbuat dari logam, batu, atau tembikar. “Ada sekitar 1500 luah ditemukan oleh para arkeolog di seluruh Eropa,” tulis Lex Heigh di laman Ancient Origins. Di zaman Romawi kuno, rupanya bisnis kutuk-mengutuk laris manis.

Ditulis dalam bahasa Yunani atau Latin, kutukan pada luah ini terkadang berisi kalimat lucu yang mengocok perut orang modern. Meski tidak dapat dipungkiri jika kutukan itu juga mengerikan bila benar-benar terwujud.

Orang-orang Romawi percaya bahwa kutukan akan menjadi kenyataan selama seorang penulis kutukan menuliskannya pada sebuah luah. Praktik ini diperkirakan berlangsung selama 700 tahun di zaman Romawi kuno.

Bisnis di zaman kuno: penjualan luah kutukan

Orang Romawi kuno percaya pada kekuatan mantra. Bagi mereka, luah kutukan ini dapat membantu menghancurkan musuh. Tetapi mereka harus bertindak cepat. Sangat penting untuk membeli luah kutukan sebelum musuh memiliki ide yang sama.

Defixiones atau luah kutukan terbuat dari timah atau paduan timah. Bahan ini lebih murah daripada papirus dan lilin yang populer. Selain itu, timah juga lebih awet dan tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem. Terkadang batu kapur, keramik, dan bahkan batu semi mulia digunakan untuk menyampaikan pesan kuno yang diinginkan.

Menurut Plinius yang Tua, kutukan sangat ditakuti oleh orang Romawi kuno.

Sebagian besar luah kutukan ditemukan di Italia, sering kali di sekitar Roma. Orang-orang membeli luah kutukan dari penyihir. Yang harus dilakukan pelanggan hanyalah menyebutkan nama korban yang akan dituliskan pada luah itu.

Luah kutukan menyampaikan pesan kepada dewa dan roh yang berpengaruh. Biasanya pembeli luah memohon kemenangan atas musuh dengan 'mengikat mereka' dalam semacam masalah yang mengerikan.

Luah kutukan kuno sering ditempatkan di kuburan

Luah kutukan diletakkan sedekat mungkin dengan korban. Misalnya, kutukan pada pembalap kereta sebaiknya disembunyikan di stadion itu sendiri. Sementara kutukan yang menargetkan seorang birokrat terkemuka perlu dikuburkan di dekat kantor pemerintahannya.

Luah kutukan yang ditemukan di London. Bunyinya: Saya mengutuk Tretia Maria dan hidup, pikiran, ingatan, hati, dan paru-parunya bercampur menjadi satu. Serta kata-kata, pikiran, dan ingatannya. Dengan demikian semoga dia tidak dapat berbicara tentang hal-hal yang tersembunyi. (Marie-Lan Nguyen)

Luah juga bisa ditempatkan di area pemakaman. Orang Romawi kuno percaya bahwa orang yang meninggal pada usia dini ditakdirkan untuk berkeliaran di sekitar bumi sebagai hantu. Dengan menempatkan luah di dalam kuburan, kutukan dapat membantu almarhum untuk mendapatkan kedamaian. Larangan keras untuk membongkar kuburan tidak menghentikan orang untuk diam-diam menyelinap masuk di malam hari. Mereka akan meletakkan luah itu di dalam makam.

Meski populer, luah kutukan sempat dilarang

Luah kutukan kuno menjadi sangat populer dan tentunya menjadi bisnis besar di zaman itu. Kaisar Romawi melakukan beberapa upaya untuk melarang orang menggunakannya. Hukuman untuk menggunakan luah kutukan adalah penyaliban atau pembunuhan oleh binatang buas. Namun demikian, tidak ada hukuman yang dapat menakuti orang Romawi kuno. Mereka terus membeli luah kutukan dan menggunakannya untuk membalas musuh.

Semua orang merapalkan mantra Dan mengutuk orang lain

Tidak ada batasan jumlah kutukan yang bisa dibuat oleh seseorang. Luah ini sebagian besar menunjukkan keegoisan dan keserakahan orang.

Kutukan bisa tentang balas dendam, keadilan, olahraga, bisnis, atau cinta dan seks. Saingan dalam olahraga dan bisnis dikutuk untuk gagal. Pihak-pihak yang berseberangan dalam sengketa hukum dikutuk karena kurang ingatan dan kesulitan berbicara sehingga kalah.

Kutukan yang diberikan oleh orang yang patah hati pada Plotius

Kutukan ini ditujukan untuk Plotius, seorang budak Avonia. Kutukan ini menggambarkan si penerima mengalami kerusakan di setiap bagian tubuhnya. Pemberi kutukan berharap agar si penerima tidak bisa tidur akibat rasa sakit yang dialaminya.

Aspek paling aneh dari kutukan ini terletak pada instruksi spesifiknya untuk menghancurkan organ suci penerima. “Jika itu terwujud, si penerima kutukan tidak bisa buang air kecil,” tambah Heigh. Kata-kata kutukan ini sangat menyiratkan bahwa itu ditulis oleh seseorang yang patah hati setelah putus cinta.

Kutukan bagi si pencuri sarung tangan

Penulis kutukan ini, Docimedis, mendapati dirinya dalam situasi yang tidak menguntungkan. Pasalnya, seseorang telah mencuri sarung tangannya saat dia berada di pemandian Romawi.

Sebagai pembalasan, ia mengutuk pencuri itu dengan meminta agar mereka kehilangan akal dan mata mereka. Mungkin sarung tangan sangat berharga sehingga pencurinya dikutuk sedemikian rupa.

Belatung, cacing, dan penyakit berat bagi pencuri

Verio dan Docimedis memiliki kesamaan yaitu kehilangan barang . Dalam kasus Verio, jubahnya dan aksesori lainnya dicuri oleh pelaku yang tidak diketahui.

Baca Juga: Pola Pikir Orang Romawi, Tertarik pada Kekerasan dan Tak Ada Privasi

Baca Juga: Hak Ayah Menjual Anak dan Tiga Fakta Aneh Lainnya di Zaman Romawi

Baca Juga: Suka Duka Bekerja sebagai Pencicip Makanan di Zaman Romawi Kuno

Baca Juga: Mark Antony, Jendral Romawi Kuno dan Romansa Tragis bersama Cleopatra

Sebagai tanggapan, Verio berharap si pencuri akan kehilangan akal dan ingatannya. Seakan masih belum cukup. Verio pun melemparkan kutukan berupa cacing, kanker, dan belatung yang akan menembus tangan, kepala, kaki, serta anggota tubuh dan sumsumnya.

Berdasarkan kutukan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pencurian tidak dianggap enteng di zaman kuno.

“Semoga kamu kehilangan semua beruangmu!”

Vincenzus Zarizo adalah seorang gladiator dan pemburu beruang di abad ke-2. Kutukan terhadapnya ditemukan di Afrika Utara menyatakan bahwa dia harus kehilangan semua beruang yang dia tangkap. Serta tidak dapat membunuh beruang mana pun yang dia temui.

Pengirimnya mungkin berharap Zarizo gagal dalam pertarungan gladiator selanjutnya. Alih-alih memiliki dendam pribadi, sejarawan percaya bahwa kutukan ini berasal dari seseorang yang gemar bertaruh dalam pertarungan gladiator.

Meski sempat dilarang oleh kaisar, bisnis kutuk-mengutuk rupanya cukup populer di zaman Romawi kuno.