Kisah Perjalanan ke Dunia Bawah Tanah dalam Mitologi Yunani dan Romawi

By Sysilia Tanhati, Selasa, 13 Desember 2022 | 12:00 WIB
Dalam kepercayaan orang Yunani dan Romawi kuno, manusia pasti akan mencapai Dunia Bawah Tanah setelah meninggal dan tinggal di sana selamanya. (Alexander Litovchenko)

Nationalgeographic.co.id—Dunia Bawah Tanah merupakan aspek mendasar dari mitologi dan kepercayaan Yunani dan Romawi kuno. Paling sering disebut alam Hades, Dunia Bawah Tanah diperintah oleh Pluto dan istrinya, Persephone. Di Hades, jiwa orang mati tinggal di samping serangkaian dewa, yang lebih dikenal sebagai Dewa Chthonic. Dalam kepercayaan orang Yunani dan Romawi kuno, manusia pasti akan mencapai Dunia Bawah Tanah setelah meninggal dan tinggal di sana selamanya. Ada banyak kisah tentang perjalanan ke Dunia Bawah Tanah dalam mitologi Yunani dan Romawi kuno.

Perjalanan orang mati ke Dunia Bawah Tanah

Dalam peralihan dari hidup ke mati, jiwa dibimbing oleh Dewa Hermes dalam wujudnya yang dikenal sebagai psychopompos (pemandu jiwa). Untuk mencapai tujuan akhirnya, orang mati harus menawarkan koin kepada penambang abadi Charon. “Charon yang akan membawa mereka menyusuri sungai Styx atau Acheron,” tulis Antonis Chaliakopoulos di laman The Collector. Cerberus, anjing berkepala tiga yang menakutkan, menjaga gerbang Hades. Makhluk menyeramkan itu memastikan tidak ada yang bisa masuk atau keluar tanpa izin.

Perjalanan di Dunia Bawah Tanah dan terdiri dari dua bagian: perjalanan ke bawah (katabasis) dan perjalanan ke atas (anabasis).

Aenas, leluhur bangsa Romawi yang berusaha mengunjungi sang ayah di Dunia Bawah Tanah

Dalam sebuah episode Virgil's Aeneid, Aeneas — pahlawan Trojan yang legendaris dan leluhur bangsa Romawi — berusaha mengunjungi ayahnya di Dunia Bawah Tanah.

Dalam pencariannya, ia menerima bantuan dari Deiphobe, seorang Sybyl (peramal). Peramal itu memberi instruksi untuk menguburkan rekannya yang telah meninggal dengan ritual yang tepat. Setelah itu, Aenas akan menemukan dahan emas yang akan memberinya akses ke Hades.

Aeneas — pahlawan Trojan yang legendaris dan leluhur bangsa Romawi — berusaha mengunjungi ayahnya di Dunia Bawah Tanah. (Jan Brueghel the Younger)

Setelah menyelesaikan tugas, Aeneas dan Deiphobe mencapai pintu masuk Dunia Bawah Tanah, lalu mempersembahkan korban kepada dewa kegelapan. Keduanya memulai katabasis mereka dikelilingi oleh roh.

Saat mencapai Acheron, mereka bertemu dengan arwah orang-orang yang tidak dikubur dengan benar. Arwah itu harus menunggu 100 tahun sebelum menaiki perahu Charon. Aeneas, meski masih hidup, bisa menaiki perahu berkat dahan emas.

Di pantai lain, mereka bertemu dengan jiwa bayi yang mati, orang dieksekusi karena kejahatan yang tidak mereka lakukan, dan yang bunuh diri.

Selanjutnya, mereka mencapai suatu tempat dengan jiwa para pahlawan terkenal dan bertemu dengan Deiphobus. Ia adalah seorang pahlawan Trojan dan teman Aeneas.

Deiphobus memberi tahu bahwa jika mengikuti jalan di sebelah kiri, mereka akan menemukan Tartarus, penjara para Titan. “Itu adalah tempat di mana orang terkutuk disiksa selamanya,” tambah Chaliakopoulos. Sedangkan jalan di sebelah kanan akan membawa mereka ke Elysium.

Aeneas dan Deiphobe memilih Elysium dan memasuki pekarangan dengan mempersembahkan busur emas. Di sana, mereka bertemu dengan ayah Aeneas, Anchises, ditemani oleh penyair Musaeus.

Mereka juga melihat Lethe, sungai kelupaan dan kumpulan jiwa yang mabuk dari airnya. Jiwa-jiwa itu menunggu untuk dihidupkan kembali dengan tubuh yang baru.

Anchises juga menjelaskan konsep reinkarnasi dan menawarkan pandangan sekilas ke masa depan. Ia berbicara tentang roh yang akan bereinkarnasi sebagai tokoh penting dalam sejarah Romawi selanjutnya, seperti Romulus, Caesar, dan Augustus.

Berhasil dalam pencarian mereka, Aeneas dan Deiphobe melewati gerbang tidur dan naik ke cahaya.

Er dan kehidupan setelah mati

Kisah Er dijelaskan dalam Republic karya Plato. Er adalah seorang pejuang yang tewas dalam pertempuran tetapi tidak minum dari air Sungai Lethe. Ketika orang mati minum air sungai, ingatannya akan dihapuskan. Dengan demikian, dia dapat mengingat apa yang terjadi sebelum reinkarnasinya.

Dalam perjalanannya, kebaikannya dibalas dengan akhirat di langit, di antara pemandangan yang menakjubkan. Jiwa orang jahat dikirim ke bawah tanah untuk dihukum sepuluh kali lipat atas kejahatan yang diperbuat saat hidup. Setelah empat hari, jiwa-jiwa dibawa ke Spindle of Necessity. Di sana mereka diberi nomor berdasarkan undian dan membentuk barisan untuk memilih kehidupan selanjutnya.

Baca Juga: Tak Ada Surga dan Neraka, Inilah Kehidupan Akhirat Yunani Kuno

Baca Juga: Mengulik Bisnis Kutuk-mengutuk yang Laris Manis di Zaman Romawi Kuno

Baca Juga: Rahasia Panjang Umur Orang Yunani Kuno, Ternyata Akibat Minum Anggur

Baca Juga: Begini Keseharian Seorang Kaisar Romawi, Samakah dengan Masa Kini? 

Ide yang menarik adalah bahwa orang-orang yang diberi “hadiah” di akhirat untuk memilih kehidupan namun tetap mendapatkan kemalangan.

“Jiwa-jiwa yang dihukum cenderung menghargai kehidupan yang lebih sederhana dan mungkin lebih Bahagia,” ujar Chaliakopoulos. Selain itu, hewan mencari nyawa manusia, dan manusia yang pernah mengalami penderitaan hidup manusia mencari kesederhanaan hidup hewan.

Dalam visi Er, semua orang mengejar apa yang tidak mereka miliki. Akhirnya, jiwa dibawa ke sungai Lethe untuk menjadi batu tulis kosong dan bereinkarnasi.

Menurut Plato, hanya dengan memahami bentuk kebaikan melalui studi filsafat, seseorang dapat membuat pilihan yang terinformasi berulang kali. Ini memastikan bahwa mereka memilih kehidupan yang baik dan bahagia.

Perjalanan mistis yang menakjubkan ini memberi kita gambaran sekilas tentang cara bangsa Yunani dan Romawi kuno memandang kehidupan setelah kematian.