Kenapa Banyak Pelajar Tolak Teori Evolusi? Agama Bukan Faktor Terbesar

By Utomo Priyambodo, Rabu, 21 Desember 2022 | 18:00 WIB
Ilustrasi evolusi manusia berjalan di atas dua kaki. (Smithsonian Magazine)

Nationalgeographic.co.id—Selama ini pelajaran agama, termasuk Islam dan Kristen, dianggap sebagai faktor terbesar yang membuat banyak orang menolak teori evolusi. Namun, sebuah studi baru mengungkap hal sebaliknya.

Studi terhadap 5.500 pelajar berusia 14-16 ini telah menyelidiki faktor-faktor yang terkait dengan menerima atau menolak evolusi sebagai penjelasan keragaman kehidupan. Studi ini dilakukan di Brasil dan Italia, sehingga hasilnya mungkin tidak berlaku secara universal, tetapi menantang gagasan bahwa permusuhan terhadap bukti evolusi adalah tentang kepercayaan agama.

Makalah studi ini telah diterbitkan di jurnal PLOS ONE pada September 2022. Studi ini tidak mengidentifikasi semua faktor yang membentuk respons para pelajar terhadap teori evolusi, tetapi berangkat untuk menjawab pertanyaan apakah agama menjadi faktor dominan untuk menentang teori tersebut.

“Masyarakat konservatif seperti Brasil cenderung lebih menolak gagasan evolusioner yang diajukan Darwin dan dimasukkan dalam kurikulum sekolah,” kata Profesor Nelio Bizzo dari University of São Paulo yang menjadi penulis senior dalam makalah studi ini.

“Kami ingin menyelidiki lebih dalam benturan antara agama dan evolusi karena kami perlu mendalami mekanisme evolusi untuk memahami keanekaragaman hayati dan konservasinya. Keduanya terkait. Para pelajar akan lebih memahami akibat dari kepunahan suatu spesies, atau kepunahan lokal dan global, misalnya, jika mereka terbiasa dengan konsep seperti nenek moyang yang sama, seleksi alam, dan asal usul spesies,” papar Bizzo seperti dikutip dari IFL Science.

Untuk menilai apa yang mendorong keyakinan anti-evolusi, Bizzo dan rekan-rekan penelitinya menyelidiki respons terhadap pernyataan seperti "Organisme yang berbeda mungkin memiliki nenek moyang yang sama" dan "Pembentukan planet kita terjadi sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu."

Keduanya telah diterima oleh hierarki Gereja Katolik selama beberapa dekade, tetapi dianggap bid'ah oleh banyak denominasi Protestan yang berkembang pesat di Brasil.

Konsekuensinya, dapat diperkirakan bahwa perbedaan utama dalam respons akan mencerminkan gereja mana yang berafiliasi dengan para orang tua siswa.

Namun, penulis menemukan bahwa pada sebagian besar pertanyaan, tanggapan umat Katolik Brasil lebih dekat dengan tanggapan orang-orang Protestan Brasil daripada rekan-rekan seagama mereka di Italia.

Anehnya, respons pertanyaan terhadap komunitas-komunitas yang tampaknya serupa ternyata bisa sangat berbeda. Secara umum, para pelajar Italia jauh lebih pro-evolusi daripada orang-orang Brasil. Misalnya, 85 persen pelajar Italia mendukung pernyataan “manusia berasal dari spesies primata lain”, dibandingkan dengan 48 persen pelajar Brasil.

Namun, lebih sedikit pelajar Italia yang setuju bahwa "spesies manusia telah menghuni planet Bumi dalam 100.000 tahun terakhir" daripada orang-orang Brasil. Mungkin ini karena separuh umat Katolik Italia memilih untuk tidak menjawabnya.

Namun demikian, pola keseluruhannya adalah bahwa faktor kebangsaan dan sosiokultural seperti pendapatan orang tua dan sikap luas terhadap sains lebih penting daripada afiliasi agama.