Nationalgeographic.co.id—Theodore M. Porter, seorang peneliti tentang sejarah kejiwaan menyatakan bahwa kesehatan mental Raja George III yang memburuk menyebabkan studi tentang warisan dilakukan di rumah sakit jiwa selama awal abad ke-18.
Porter menyadari adanya warisan penyakit mental atau sakit jiwa kepada generasi selanjutnya. Hal tersebut dapat dideteksi melalui pengecekan sistem pendataan dari pendaftaran rumah sakit jiwa.
Hal ini terjadi karena sistem pendaftaran di rumah sakit jiwa adalah yang terbaik dan terlengkap pada saat itu. Semua data pasien didaftarkan sehingga setiap informasinya tersedia.
Ini berarti rumah sakit jiwa, penjara, atau bahkan sekolah pemasyarakatan memiliki arsip terbesar yang akan memberi peneliti kontemporer kesempatan yang lebih baik untuk benar-benar menemukan keterkaitan garis warisan itu.
Andrei Tapalaga menulis kepada History Yesterday tentang keyakinan ilmuwan tentang penyakit mental yang turun-temurun di Eropa pada abad ke-18. Ia menulis artikel berjudul "Mental Asylums Have Been the Start of Hereditary Studies" terbitan 11 November 2022.
Perkembangan psikiatri menyebabkan banyak penjahat berakhir di rumah sakit jiwa, bukan penjara karena hakim akan mendefinisikan kejahatan mereka berdasarkan perilaku psikopat yang membutuhkan pengobatan, bukan kurungan.
Dari sini, para peneliti juga menemukan alasan meningkatnya jumlah pasien yang menderita penyakit mental: meningkatnya kompleksitas kehidupan sehari-hari yang disertai dengan lebih banyak tingkat stres.
Namun, pada saat itu, banyak peneliti percaya bahwa penyakit mental sebenarnya bersifat turun-temurun. Beberapa pasien kejiwaan diketahui memiliki garis keturunan sebelumnya yang juga pernah berakhir di rumah sakit jiwa.
Baca Juga: Kesehatan Mental Anak-anak yang Merasa Lebih Miskin ketimbang Temannya
Baca Juga: Terapi Mental Hippokrates Lewat Media Musik yang Menyembuhkan
Baca Juga: Kenapa Sakit Mental Dianggap Kurang Penting Ketimbang Sakit Fisik?
Oleh karena itu, direktur rumah sakit jiwa di Eropa Barat diminta untuk mengubah daftar mereka sehingga mereka dapat melacak saudara kandung dari setiap pasien yang akan menjadi pasien di masa mendatang.
"Hal ini menyebabkan beberapa intervensi drastis dalam keluarga yang tampaknya memiliki penyakit mental yang diturunkan dari generasi ke generasi. Keluarga-keluarga ini dilarang bereproduksi untuk menghentikan penyebaran penyakit mental," imbuhnya.
Mereka menyadari bahwa kurangnya pengetahuan ilmiah terkait dengan kurangnya kemajuan teknologi, tidak memungkinkan mereka untuk menemukan solusi yang lebih baik untuk menghentikan penyebaran penyakit mental selain membendung pernikahan sesama pasien.
Solusi itu diperkirakan dapat membendung peningkatan jumlah pasien pengidap penyakit mental. Setidaknya cara-cara konvensional ini yang berhasil mengurangi penderita sakit mental di abad ke-18.