Surya Majapahit Terbenam: Wafatnya Hayam Wuruk dan Gajah Mada

By Galih Pranata, Sabtu, 7 Januari 2023 | 11:00 WIB
Ilustrasi patung Gajah Mada di Istana Anak-Anak, TMIII, Jakarta. Penggunaan keris sebagai alat yang
Ilustrasi patung Gajah Mada di Istana Anak-Anak, TMIII, Jakarta. Penggunaan keris sebagai alat yang (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id—Tentang Majapahit yang namanya sohor, tak hanya di negeri ini saja, UNESCO mengeklaim Negarakertagama—kitab yang mengisahkan Majapahit—sebagai memori kolektif warisan dunia.

Berbagai implementasi kebijakan politik dan ekspansinya, mendorong Majapahit menjelma menjadi suatu peradaban terbesar dalam catatan sejarah nasional. Semua itu digambarkan dalam Negarakertagama, dan terjadi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan mahapatihnya, Gajah Mada.

Setelah surya Majapahit mencapai titik paling terangnya, masa keemasan di puncak kekuasaan Hayam Wuruk pada tahun 1355, tiada pernah kembali lagi.

Setelah seteru Hayam Wuruk dengan Gajah Mada akibat kegagalan sang prabu menikah dengan putri Pasundan dalam tragedi Bubat, mengakhiri hubungan baiknya dengan Gajah Mada. Dari sana, Majapahit perlahan menemui ajalnya.

Setelah polemik yang membuat Gajah Mada terasing, istana Majapahit kesulitan mencari ganti yang sekuat dan sepadan dengan sang mahapatih.

Ketika istana membutuhkan dirinya, ia sukar ditemukan. Dicari di hutan hingga ke gua, sampai ke dalamnya jurang tempat pertapaan, tak tampak lagi batang hidungnya. Di beberapa hikayat dikisahkan bahwa Gajah Mada dirundung sakit setelah kemundurannya dari Majapahit.

Setelahnya, mahapatih Gajah Mada dikabarkan mangkat, membuat surya Majapahit semakin sulit menemukan cahaya terangnya lagi. Majapahit yang temaram kian terpuruk. Sang Prabu Hayam Wuruk dalam kondisi sakit hingga akhirnya wafat pada 1389.

Setelahnya, gonjang-ganjing dan huru-hara menghias istana. Penerus takhta kian hari terlarut dalam egoisme dan prahara.

Api pertengkaran ini ditulis oleh Muhammad Yamin dalam bukunya "Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara" (1945), mengisahkan perang saudara dalam istana Majapahit.

Perang saudara itu dikenal dengan nama Paregreg. Perang yang melibatkan dua raja di tahun 1401. "Sempat berdamai pada 1404, namun terjadi perang lagi," tambahnya. Perang itu menjadi penanda bahwa kondisi Majapahit sedang berada di ujung tanduk.

Baca Juga: Sebuah Perjalanan Wisata Sejarah untuk Membuktikan Keagungan Majapahit

Baca Juga: Lima Tokoh Besar dalam Sejarah yang Jenazahnya Tidak Pernah Ditemukan

Baca Juga: Orang Sunda Tidak Boleh Menikah dengan Orang Jawa? Begini Penjelasanya

Setelahnya, masa demi masa berlalu, raja Majapahit silih berganti, sampai akhirnya Bra Pandan Salas digantikan oleh seorang raja bernama Bra Wijaya.

Raja ini disebutkan menjadi raja terakhir yang bertakhta sebelum akhirnya Majapahit dikepung dan ia menghilang dari kejaran Kesultanan Demak. Dikabarkan ia mencapai Sukoh dan Cetho di Karanganyar, Jawa Tengah dan membangun peradaban di sana.

Majapahit telah menempuh takdirnya, setelah kejayaannya pada 1355, cerita manis itu tak dapat terulang. Gajah Mada dan Hayam Wuruk adalah kolaborasi hebat yang mengukir sejarah emas bagi Majapahit.

Menguatnya pengaruh Islam yang merambah dari Sumatra ke Jawa, menjadi suatu penanda transisi Majapahit kepada permulaan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Belum lagi invasi Portugis ke Nusantara semakin memperburuk keadaan.

Candi Bahal 1 di Padang Lawas, Sumatra Utara dikaitkan sebagai jejak Kerajaan Panai yang makmur di masa lalu. Kejayaan kerajaan yang diapit dua pelabuhan perdagangan internasional itu membuatnya direbut Kerajaan Chola di India dan Majapahit beberapa abad berikutnya. (Spiiiv/Wikimedia Commons)

Sebagaimana yang dikatakan Keat Gin Ooi dalam bukunya Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor (2004), Demak memainkan peran penting dalam mengakhiri kedigdayaan Majapahit di Jawa sekaligus menyebarkan ajaran Islam.

Banyak kekayaan artefak Majaphit yang hilang akibat invasi Demak. Kisah terbenamnya surya Majapahit menandai berakhirnya kekuasaan salah satu peradaban terbesar dan termasyhur di Nusantara pada tahun 1527.