Akibat Perubahan Iklim yang Kian Nyata: Menghijaunya Tanah Arab Saudi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 10 Januari 2023 | 11:00 WIB
Penampakan pemandangan gunung di Arab Saudi yang biasanya gersang, ditumbuhi rumput subur. Gambar diambil dari media pemerintah Saudi Press Agency pada 5 Januari 2023. (Saudi Press Agency/Twitter/Kompas.com)

Nationalgeographic.co.id—Pegunungan di sekitar provinsi Makkah begitu hijau dalam tayangan video publikasi akun resmi pemerintah provinsi Makkah (@makkahregion) di Twitter. Tanaman hijau tampak bagai permadani yang menyelimuti pegunungan, dan angin kencang berhembus.

Namun, video indah nan menyejukkan tersebut justru membuat geger pengguna Twitter. Pasalnya, selama ini Arab Saudi dikenal sebagai negeri tandus dan dipenuhi gurun pasir. Penampakan ini membuat khawatir sebagian akun pengguna, yang menyebut fenomena ini sebagai tanda-tanda kiamat.

"Hari kiamat tidak berlaku sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai," sabda Nabi Muhammad lebih dari seribu tahun silam. Sabda itu diriwayatkan oleh ulama Iran abad ke-9 yang mengumpulkan hadis Muslim bin al-Hajjaj atau Imam Muslim.

Hadis ini dipakai berbagai pengguna sebagai bukti kekhawatirannya. Namun, apa yang sebenarnya terjadi dengan lingkungan di Makkah? Apakah betul ada hubungannya dengan akhir zaman kehidupan manusia?

Akun resmi pemerintah Provinsi Makkah, lewat video tersebut, mengatakan vegetasi yang tumbuh di pegunungan sekitar Makkah, muncul setelah hujan yang baru saja terjadi. Penampakan pemandangan hijau dilaporkan pula di Al Lith, Thaif, dan Jeddah.

Sejak November 2022, menurut laporan Weather Spark, Provinsi Makkah sedang hujan dengan kecurahan beragam. Tercatat, sebagian daerah provinsi Makkah mengalami hujan deras dan badai petir sepanjang Desember 2022. Selama itu pula, banjir juga mengenai kota Jeddah. Hujan kemungkinan akan terus mengguyuri Provinsi Makkah hingga Januari 2023.

Mobil berusaha melintasi jalanan banjir yang disebabkan hujan deras di Jeddah pada 24 November 2022. Akibatnya, akses menuju Makkah untuk ibadah haji terganggu. (AMER HILABI)

Meski dikenal tandus dan dipenuhi padang pasir, hujan bisa saja turun di Arab Saudi. Makkah sendiri pernah mengalami banjir terparah tahun 1941, ketika hujan mengguyur selama kurang dari seminggu. Namun, sebuah studi tahun 2016 di jurnal Geomatics, Natural Hazards and Risk, mengungkapkan bahwa intensitas curah hujan akan semakin tinggi di masa depan di Arab Saudi.

"Perubahan iklim berdampak besar pada intensitas curah hujan dan akan lebih banyak muncul di masa mendatang," tulis para peneliti yang dipimpin Ahmed Youssef dari Geological Hazards Department, Saudi Geological Survey, Arab Saudi.

Makalah bertajuk "Analysis on causes of flash flood in Jeddah city (Kingdom of Saudi Arabia) of 2009 and 2011 using multi-sensor remote sensing data and GIS" itu memperingatkan Arab Saudi akan ancaman perubahan iklim terhadap bentang alamnya.

Penghijauan yang disengaja demi perangi perubahan iklim

Akan tetapi, Arab Saudi punya masalah dalam pertahanan pangannya akibat perubahan iklim. Penelitian lain di jurnal Sustainability tahun 2022 menyebutkan, ketidakpastian iklim dan peristiwa cuaca ekstrem berdampak signifikan pada sistem pangan di Arab Saudi yang sudah sangat rentan.

"Di sini, kebutuhan air per kapita tinggi, jumlah penduduk bertambah, sumber daya air sangat terbatas, dan hanya sedikit informasi tentang persediaan air tanah yang ada. Karena itu, diperkirakan akan ada kendala yang berat di masa depan," tulis para peneliti yang dipimpin Muhammad Muhitur Rahman dari Department of Civil and Environmental Engineering, King Faisal University.

Pemandangan gurun pasir antara kota Al Kharj dan Riyadh tahun tahun 1984. Hanya ada sedikit titik hijau yang sebenarnya adalah pertanian untuk kebutuhan pangan Arab Saudi. (Google Earth)

Pemandangan yang sama di Al Kharj menuju Riyadh, Arab Saudi. Foto satelit tahun 2020 ini menunjukkan adanya perkembangan pesat penghijauan di Arab Saudi untuk kebutuhan pangan. (Google Earth)

Untuk memerangi perubahan iklim, pemerintah Arab Saudi sudah menginisiasi beberapa program, misalnya Saudi Green Initiative. Salah satu tujuan program ini adalah melindungi keanekaragaman hayatinya dari masalah penggurunan, yang tidak kalah mengancam. Program ini menyebutkan sudah menanam 10 juta pohon di seluruh Arab Saudi dalam enam bulan di tahun 2021, demi mengurangi karbon.

Baca Juga: Proyeksi Tahun 2100, Hampir 50 Persen Gletser akan Menghilang

Baca Juga: Sains Perubahan Iklim untuk Siswa Sekolah: Apa itu Angin Monsun?

Baca Juga: Al Naslaa: Formasi Batu Misterius yang Terbelah Sempurna di Arab Saudi

Baca Juga: Pemanasan Iklim Menciptakan Badai Tropis Atlantik yang Semakin Kuat 

"Meskipun Kerajaan telah melakukan beberapa upaya untuk memerangi perubahan iklim, masih ada banyak peluang untuk menerapkan beberapa strategi terbaik untuk menjamin ketahanan pangan negara," tulis Rahman dan tim.

Namun berdasarkan pemantauan Google Earth dari tahun 1984 sampai 2020, belakangan bermunculan titik-titik hijau di gurun Arab Saudi. Melansir Wall Street Journal, titik-titik hijau yang kian menjamur adalah pertanian melingkar, seluas 54 kali lapangan sepak bola. Teknik pertanian seperti ini menjadi cara bertahan bagi Arab Saudi untuk menghadapi krisis pangan mereka, dan mengurangi ketergantungan impor.

Jadi, mungkin penghijauan alami yang terjadi di Arab Saudi bisa terjadi sebagai respons akibat perubahan iklim yang mengancam peradaban kita. Sementara penghijauan yang disengaja, justru adalah upaya yang dilakukan mereka untuk melawan perubahan iklim.