Nationalgeographic.co.id—Agar penyebaran air di atmosfer merata di setiap benua, ada angin yang hilir mudik berperan memindahkan awan yang membawa uap air. Angin yang menghembuskan awan, pada akhirnya membuatnya menurunkan hujan untuk kebutuhan kehidupan di bawahnya.
Semua itu berkat angin monsun atau muson. Angin monsun terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara samudra dan benua.
Menurut buku Ilmu Pengetahuan Sosial kelas VII yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2017, monsun terjadi karena lautan mengalami pemanasan oleh penyinaran matahari daripada di daratan.
Akibatnya, angin di lautan memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daratan. Udara bertekanan tinggi dan rendah berhembus saling memenuhi kebutuhan suhu dan faktor bentang alam. Pada akhirnya, fungsi perputaran atau sirkulasi awan punya peran dalam siklus hidrologi yang dibutuhkan ekosistem dan kehidupan.
Selain itu, angin monsun juga bisa digunakan untuk menggambarkan perubahan pada tiap musim, akibat sirkulasi angin dan uap air di atmosfer. Perubahannya pun terjadi di setiap tahunnya.
Monsun berhubungan dengan iklim tropis yang menyebabkan musim hujan dan kemarau. Monsun lebih sering dikaitkan dengan Samudra Hindia, sehingga menentukan iklim di sebagian besar India dan Asia Tenggara.
Ada beberapa jenis monsun: monsun musim panas dan musim dingin.
Monsun musim panas (muson timur)
Monsun musim panas biasanya terjadi di bulan April atau Mei sampai September. Saat musim dingin di belahan bumi utara berakhir, udara hangat dan lembap dari barat daya Samudra Hindia berhembus ke utara seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Myanmar.
Mengutip dari pustaka sumber daya National Geographic, monsun musim panas inilah yang membawa iklim lembap dan curah hujan deras ke negara-negara ini.
Sementara di Indonesia, angin monsun dari Benua Australia bergerak menuju Benua Asia yang bertekanan minimum melewati Indonesia. Hanya sedikit uap air yang terkandung angin ini karena iklim di Australia kering, sehingga hanya sedikit air yang menguap.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR