Nationalgeographic.co.id—Dinasti Ming Tiongkok berlangsung selama 276 tahun (1368 – 1644 Masehi). Pemerintahnya dipandang sebagai salah satu era pemerintahan tertib dan stabilitas sosial terbesar dalam sejarah manusia. Dinasti ini menjadi adidaya global, melakukan ekspedisi laut besar sebelum Christopher Columbus. Bahkan di masa itu, Tiongkok sudah memproduksi buku sebelum penemuan mesin cetak di Inggris. Meski dipuji karena stabilitas dan inovasinya, Dinasti Ming memiliki sisi gelap yang mengerikan. Kekejaman kaisar Ming tidak mengenal batas dan secara khusus ditargetkan pada selir kekaisaran. Kehidupan tragis para selir Dinasti Ming ini tidak jauh dari pelecehan, penyiksaan, dan pembunuhan.
Beberapa kaisar Ming memiliki lebih dari 9.000 selir, banyak di antaranya telah diculik dari rumah mereka. "Para selir dilarang meninggalkan penjara berlapis emas kecuali ketika mereka dipanggil ke tempat tidur kaisar," tulis Veronica Parkes di laman Ancient Origins.
Karena praktik mengikat kaki yang biadab sangat menonjol di masa itu, wanita yang tertatih-tatih tidak dapat melarikan diri. Mereka bahkan mengalami kesulitan ketika harus berjalan ke kamar tidur kaisar.
Kekejaman tiada henti pendiri Dinasti Ming
Pendiri Dinasti Ming adalah Kaisar Hongwu. Ia dianggap sebagai salah satu Kaisar Tiongkok yang paling berpengaruh dan penting. Berawal dari biksu miskin yang mengembara di Tiongkok, Hongwu tumbuh menjadi salah satu panglima perang terkuat di Asia. Pada tahun 1368 ia memimpin pasukan yang mengusir penjajah Mongol yang memerintah Tiongkok selama satu abad.
Setelah membangun dinastinya, dia mengadopsi nama "Ming", kata mandarin untuk cemerlang. Sayangnya, kekejamannya di masa perang terus terbawa hingga ia membangun dinasti.
Di balik pintu tertutup Hongwu mengurung para selir dan menyiksa mereka. Kebanggaan dan kecemburuannya mendorongnya untuk mengendalikan setiap aspek kehidupan selir.
Untuk terus mengendalikan mereka bahkan setelah kematiannya, selir bahkan dibawa hingga ke alam baka. Hongwu memulai tradisi di mana selir akan dibunuh, dipaksa bunuh diri, atau dikubur hidup-hidup di samping kaisar yang telah meninggal.
"Baik Yongle dan Kaisar Hongxi, dua penerus Kaisar Hongwu, melanjutkan tradisi mengerikan ini," ungkap Parkes.
Untungnya, Kaisar Zhengtong menghapuskan praktik tersebut dalam surat wasiatnya pada tahun 1464. Jadi, para selir dari kaisar lain hanya perlu takut kehilangan dukungan alih-alih kehilangan nyawa mereka.
Pembantaian massal di Kota Terlarang
Kaisar Yongle terkenal karena menciptakan ibu kota kedua untuk Tiongkok, selain Nanjing. Ibu kota kedua itu dinamakan Beijing.
Di Beijing, Yongle membangun “Kota Terlarang”, istana kekaisaran Tiongkok di Beijing.
Ia menggabungkan reformasi militer, ekonomi, dan pendidikan dalam gaya pemerintahannya yang diktator. Yongle melakukan banyak tindakan kejam yang didokumentasikan dengan baik.
Pada tahun 1421, tak lama setelah Yongle membuka Kota Terlarang pada Hari Tahun Baru, ada desas-desus bahwa salah satu selir favorit kaisar bunuh diri. Ia diduga berselingkuh dengan seorang kasim istana karena impotensi kaisar.
Merasa dipermalukan, kaisar mulai membungkam semua yang mengetahui situasi serta semua orang yang terlibat. Oa memberi tahu seluruh istana bahwa selir yang dimaksud telah diracuni.
Masih belum cukup, Yongle kemudian mengumpulkan 2.800 wanita dari harem dan mengeksekusi mereka semua dengan cara diiris. Dalam eksekusi massal ini, gadis-gadis berusia 12 tahun dihukum mati.
Pembantaian massal yang mengerikan ini tidak disebutkan dalam catatan resmi. Namun ada catatan tertulis dari salah satu selirnya, Lady Cui, yang sedang berada jauh dari istana pada saat itu. Lady Cui serta 15 selir kaisar yang tersisa digantung dengan tali sutra putih di aula Kota Terlarang. Ini dilakukan pada hari pemakaman Yongle.
Obsesi nyeleneh para kaisar Ming
Penguasa Ming kesepuluh, Zhengde, yang naik takhta pada tahun 1505, merasa bosan dengan selir. Ia justru terobsesi dengan kehidupan rakyat biasa.
Zhengde menyelinap keluar di malam hari, menyamar, dan sering mengunjungi rumah bordil lokal. Kegemarannya mengunjungi rumah bordil ternyata tidak menghentikannya untuk mengumpulkan begitu banyak selir. Konon karena terlalu banyak, sejumlah besar selir mati kelaparan karena tidak ada cukup makanan dan ruangan untuk selir.
Penggantinya, Jiajing, terobsesi untuk menemukan ramuan untuk memberinya kehidupan abadi. "Ia percaya bahwa bahan utama ramuan ini adalah darah menstruasi para perawan," tambah Parkes.
Selama masa pemerintahannya, dia memerintahkan agar ribuan gadis dikumpulkan dan dibawa ke Kota Terlarang untuk "dipanen". Untuk memastikan bahwa tubuh mereka murni, diet mereka dibatasi pada murbei dan embun.
Alhasil, banyak yang meninggal karena kelaparan akibat pola makan yang kejam ini. Tetapi pada tahun 1542, sekelompok 16 selir melawan. Upaya mereka untuk menjatuhkan Kaisar yang kejam dikenal sebagai Plot Renyin.
Para selir mengambil tindakan ketika kaisar sedang berada di kamar selir favoritnya, Permaisuri Duan (dikenal juga sebagai Lady Cao).
Setelah selir mundur dengan pengiringnya, kaisar ditinggalkan sendirian. Para selir yang murka itu pun mengambil kesempatan untuk menyerang. Sebagian menahan kaisar sementara seorang selir mencoba mencekiknya dengan pita rambut.
Cara tersebut tidak berhasil. Mereka pun mengikatkan tali tirai sutra di leher kaisar. Sayangnya, mereka membuat simpul yang salah sehingga usaha pembunuhan itu pun gagal. Salah satu konspirator panik dan melaporkan upaya pembunuhan itu kepada Permaisuri Fang.
Karena kaisar tidak sadarkan diri sampai sore berikutnya, Permaisuri mengambil tindakan sendiri. Alih-alih berhasil membunuh kaisar, para selir dieksekusi dengan 'pemotongan lambat', yang juga dikenal sebagai 'kematian dengan seribu luka'. Keluarga mereka pun turut dieksekusi.
Salah satu kaisar Dinasti Ming yang baik
Di antara kaisar yang kejam dan penuh obsesi, ada satu kaisar Ming yang membatasi perselingkuhannya. Pejabat istana bahkan tidak pernah mendokumentasikan kekejamannya karena memang tidak ada yang bisa dicatat.
Hongzi, kaisar Ming kesembilan dan ayah dari Zhengde, menyaksikan jenis kehidupan yang datang dari banyak pernikahan, ribuan selir, dan kekejaman.
Ayahnya, Kaisar Chenghua, terobsesi dengan pornografi dan mengabaikan tahtanya. Ini membuat para kasim memiliki kekuasaan yang sangat besar.
Ibu Hongzhi, seorang permaisuri bernama Lady Ji, dibunuh di tangan selir kesayangan tanpa anak, Lady Wan. Lady Wan iri karena Chenghua dinobatkan sebagai pewaris Hongzhi.
Sebelumnya Lady Wan telah membunuh sebanyak mungkin anak Kaisar yang bisa dia temukan. Ia sering kali juga membunuh ibu-ibunya dalam upaya mendapatkan bantuan untuk putranya yang tidak akan pernah lahir.
Chenghua telah menjadi saksi semua kerusakan yang terjadi karena memiliki terlalu banyak selir. Juga karena kaisar memberi mereka kekuasaan dan keunggulan di dalam istana. Tidak seperti kaisar pendahulunya, Chenghua hanya memiliki dua permaisuri. Tidak ada dokumentasi yang menunjukkan bahwa dia kejam, menyiksa, atau jahat seperti Kaisar Ming lainnya.
Meski hidup di istana dan dilimpahi kemewahan, nasib para selir Dinasti Ming bisa dikatakan tragis. Kekejaman kaisar membuat mereka kerap dilecehkan, disiksa, dan tewas mengenaskan.