Mengulik Makna dan Tujuan di Balik Tradisi Kuno Berjalan di Atas Api

By Sysilia Tanhati, Minggu, 15 Januari 2023 | 14:00 WIB
Ritual berjalan tanpa alas kaki di atas api ternyata sudah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Apa tujuan dan makna di baliknya? (Joshua Newton)

Nationalgeographic.co.id - Sejak zaman kuno, kemampuan berjalan tanpa alas kaki menembus api tanpa cedera menimbulkan daya tarik dan kekaguman. Sebagian besar dari kita biasanya tidak mau dengan sukarela berjalan melewati api yang panas. Namun, berjalan tanpa alas kaki di atas api ternyata sudah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Mengapa orang mau melakukannya? Untuk memahaminya, kita harus mengetahui sejarah, makna, dan tujuan di balik ritual berjalan di atas api.

Ritual berjalan di atas api tanpa alas kaki

Biasanya, berjalan di atas api atau firewalking dilakukan sebagai bagian dari ritual keagamaan atau spiritua. Aktivitas ini digunakan secara seremonial untuk menunjukkan kekuatan fisik dan spiritual seseorang. “Juga untuk menunjukkan keberanian, kedamaian batin, dan keyakinan,” tulis Lex Leigh di laman Ancient Origins.

Di beberapa tempat, ritual ini dilakukan untuk memperingati keajaiban, mengambil sumpah, atau menghormati orang yang sudah meninggal. “Terutama jika mereka adalah orang suci,” tambah Leigh lagi.

Dalam banyak upacara budaya atau agama yang melibatkan berjalan di atas api, seseorang akan melakukan semacam ritual sebelumnya. Sering kali, ritual ini digunakan untuk menyucikan dan mempersiapkan mereka secara spiritual untuk berjalan di atas api. Ritual ini mungkin melibatkan puasa, menahan diri dari komunikasi dengan orang lain, mandi berkali-kali, atau menari. Ini bisa berlangsung mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari.

Ada dua jenis jalan di atas api yang dilakukan oleh seseorang. Satu melibatkan berjalan di atas batu panas yang berapi-api, sementara yang lain melibatkan berjalan langsung di atas bara panas. Berjalan di atas bara panas lebih umum dilakukan.

Sering kali, ritual dilakukan dengan diiringi dengan musik yang dimainkan menggunakan instrumen asli budaya tersebut.

Berjalan di atas api: ritual penghormatan dan penyembuhan

Catatan paling awal tentang firewalking dapat ditelusuri kembali ke India sekitar 1200 Sebelum Masehi. Berjalan di atas api dimulai sebagai kompetisi antara dua imam. Keduanya ingin mengetahui siapa yang dapat berjalan lebih jauh di atas bara panas. Pemenang kompetisi ini akan dikenang karena iman, kekuatan, dan ketenangan pikirannya.

Di abad pertama Masehi, Plinius yang Tua dari Romawi mengeklaim bahwa ada pengorbanan tahunan untuk Apollo. Mereka yang berpartisipasi akan berjalan di atas tumpukan kayu yang hangus tanpa dibakar.

Baca Juga: Gereja di Inggris dari Abad ke-13 Jadi Tempat Ritual Pemuja Setan

Baca Juga: Darah untuk Dewa, Ini Kebudayaan yang Melakukan Pengurbanan Manusia

Jika berhasil melakukannya, para peserta menerima banyak berkah dari komunitas mereka termasuk pembebasan dari wajib militer.

Kisah serupa dapat ditemukan ditulis oleh Strabo dan Virgil, filsuf terkenal yang hidup sebelum abad ke-1 Masehi.

Dari India dan Eropa, praktik berjalan di atas api menyebar di berbagai budaya. Segera, negara-negara termasuk Spanyol, Jepang, Thailand, Tiongkok, dan Tibet mulai menggunakan praktik ini dalam upacara keagamaan, spiritual, dan budaya.

Seiring waktu, semakin banyak orang yang mendapat kesempatan untuk mencoba berjalan di atas api. Beberapa dari upacara ini bahkan masih diadakan hingga kini.

Ritual ini mencapai Amerika Utara beberapa saat sebelum abad ke-17. Saat itu, Pastor Le Jeune, seorang pendeta Jesuit, mencatat pengalamannya menghadiri ritual penyembuhan yang dilakukan oleh penduduk asli Amerika.

Dia menggambarkan bagaimana seorang wanita yang sakit berjalan melintasi api tanpa cedera, membuatnya sangat terpesona.

Beberapa dekade kemudian, berjalan di atas api menjadi lebih umum di dunia Barat ketika sebuah artikel yang diterbitkan oleh Scientific American pada tahun 1970-an mengeklaim untuk mengajari orang cara berjalan di atas api.

Pelaksanaan ritual berjalan di atas api

Setelah tiba waktunya untuk berjalan di atas api itu sendiri, seseorang dapat mengambil salah satu dari dua strategi berbeda.

Di beberapa daerah, seseorang berjalan dengan tenang, meluangkan waktu untuk mencapai ujung jalan. Kadang-kadang, mereka bahkan berhenti di tengah jalan yang berapi-api untuk menari atau berlutut untuk berdoa.

Dalam kasus lain, ia dapat berlari cepat melalui jalan membara, bergegas untuk mencapai akhir.

Dalam banyak kasus, ada dokter di lokasi sebagai antisipasi jika terjadi kecelakaan. Dokter akan memeriksa kondisi orang yang melakukan praktik ini. Para pemimpin agama mungkin berada di dekatnya sebagai “dokter spiritual”. Orang-orang ini mengeklaim bahwa tidak adanya luka bakar berasal dari "keadaan pikiran" yang sehat.

Mengapa para pejalan tidak mengalami luka bakar?

Para ilmuwan mengungkapkan bahwa ada beberapa penyebab yang masuk akal di balik kaki para pejalan yang tidak terbakar.

Di beberapa negara, praktik ini dijadikan sebagai objek wisata. Dengan mendatangkan wisatawan untuk menyaksikan upacara berjalan di atas api, penduduk setempat mendapatkan penghasilan. Ini meningkatkan ekonomi komunitas mereka. (Aidan Jones)

Beberapa orang percaya bahwa kecepatan pejalan kaki melewati bara terkait dengan kemungkinan mereka terbakar. Ini berarti bahwa mereka yang terburu-buru di atas bara cenderung tidak terbakar, karena mereka menghabiskan lebih sedikit waktu di atas bara daripada yang lain. Namun, ini belum tentu benar, karena ahli berjalan di atas api diketahui tetap berada di atas bara selama lebih dari tiga puluh menit tanpa luka bakar!

Yang lain berpendapat bahwa seseorang telah berlatih sedemikian rupa sehingga bagian bawah kaki sudah menjadi kapalan untuk menghindari luka bakar. Namun bagaimana dengan mereka yang memiliki kaki yang lembut? Hal ini dapat dijelaskan dengan minyak atau salep herbal yang dioleskan di kaki sebelum berjalan di atas api.

Baca Juga: Sejarah Panjang Praktik Sunat: Ritual, Agama, Hukuman, hingga Medis

Baca Juga: Aturan Bagi Anak Yunani Kuno, Ada Seleksi Hidup Hingga Dilarang Sunat

Alasan ilmiah yang paling masuk akal adalah cara si pejalan terlatih menginjak bara panas untuk sementara memadamkan api di bawah kaki mereka. Ini akan mengakibatkan paparan panas, tetapi kulit kaki tidak akan terbakar atau melepuh.

Ini mirip dengan memadamkan lilin dengan jari telanjang tanpa terbakar. Karena nyala api padam begitu cepat, Anda terhindar dari cedera. Para ilmuwan mengatakan bahwa kulit sebenarnya adalah penghantar panas yang buruk. Ini berarti api langsung (yang pada dasarnya adalah udara) tidak akan membakar Anda semudah menyentuh sesuatu seperti logam panas.

Berjalan di atas api di zaman modern

Praktik berjalan di atas api masih menjadi bagian rutin dari banyak ritual keagamaan di seluruh dunia. Salah satu contohnya adalah di San Pedro Manrique, Spanyol. Penduduk setempat menghormati St. John dalam upacara keagamaan.

Upacara ini diadakan setiap tahun pada malam perayaan St. John. “Hanya penduduk setempat yang diizinkan untuk terlibat dalam bagian upacara berjalan di atas api,” kata Leigh.

Di beberapa negara, praktik ini dijadikan sebagai objek wisata. Dengan mendatangkan wisatawan untuk menyaksikan upacara berjalan di atas api, penduduk setempat mendapatkan penghasilan. Ini meningkatkan ekonomi komunitas.

Di Amerika Serikat, praktik ini menjadi bagian dari latihan membangun tim di perusahaan. Ini dipandang sebagai cara kreatif untuk menyatukan tim dan membantu pekerja menemukan kekuatan batin mereka.

Dimulai ribuan tahun yang lalu, praktik berjalan di atas kaki pun mengalami perubahan tujuan dan makna.