Banyak gadis berusia 13-14 dipelihara untuk produksi ramuan keji ini. Mereka hanya diberi makan daun murbei dan air hujan karena kaisar percaya ini akan menjaga kemurnian zatnya.
Para wanita muda dipukuli, tersiksa, dan kelaparan. Bila sakit, mereka akan dibuang. Selirnya juga dipukuli dengan kejam agar selalu tunduk padanya. Ini membuat para gundik secara pasif akan memenuhi setiap keinginan seksualnya. Tidak heran para wanita bersatu untuk merencanakan pembunuhan penguasa sadis nan gila ini.
Ke-16 gundik istana mengambil tindakan pada malam yang dihabiskan kaisar di kamar selir favoritnya, Permaisuri Duan (dikenal juga sebagai Lady Cao). Setelah selir kesayangan mundur dengan pengiringnya, kaisar ditinggalkan sendirian. Saat itu, gundik istana mengambil kesempatan untuk menyerang.
Mereka menahan kaisar sementara seorang selir mencoba mencekiknya dengan pita dari rambutnya. Ketika ini gagal, mereka mengikatkan tali tirai sutra di lehernya. Sayangnya, mereka mengikat simpul yang salah dan tidak dapat mengencangkan tali untuk menyelesaikan pekerjaan.
Permaisuri menindak para gundik
Salah satu konspirator panik dan melaporkan upaya pembunuhan itu kepada Permaisuri Fang. Karena kaisar tidak sadarkan diri sampai sore berikutnya, Permaisuri mengambil tindakan sendiri. Ia membuat para gundik istana dieksekusi dengan ‘pemotongan lambat’. Hukuman ini dikenal juga sebagai ‘kematian dengan seribu luka’.
Baca Juga: Kehidupan Tragis Selir Dinasti Ming: Dilecehkan, Disiksa, dan Dibunuh
Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming
Baca Juga: Selidik Warna Tentara Terakota Penjaga Makam Kaisar Tiongkok
Baca Juga: 8.000 Prajurit Terakota: para Penjaga Kaisar Qin Shi Huang di Akhirat
Baca Juga: Kisah Kaisar Qin Shi Huang, si Pencari Keabadian yang Bernasib Tragis
Seakan masih belum cukup penderitaan selir-selir Jiajing, keluarga 16 selir itu juga dieksekusi. Bahkan, Permaisuri Duan juga dieksekusi meski ia terbukti tidak terlibat dalam konspirasi. Fakta bahwa upaya pembunuhan terjadi di kamarnya memberikan alasan yang cukup bagi Permaisuri Fang untuk melenyapkan saingan potensial di istana.
Menyusul upaya pembunuhannya, Kaisar Jiajing mundur ke bagian barat Kota Terlarang. Di sana dia bisa hidup dalam isolasi dan berhenti memegang pengadilan selama dua dekade berikutnya dari masa pemerintahannya.
Pemerintahan panjang Jiajing berhasil menciptakan stabilitas. “Namun dekadensi dan ketidakpeduliannya terhadap urusan kekaisaran menyebabkan kemunduran,” tambah Mingren.
Kaisar Jiajing meninggal pada tahun 1567 pada usia 59 tahun. Banyak spekulasi yang menyebutkan bahwa dia meninggal karena merkuri beracun yang terkandung dalam ‘ramuan keabadian’ yang dikonsumsi selama hidupnya.