Solusi Hijau: Daur Ulang Tinja dan Urin untuk Gizi Pangan dan Obat

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 17 Januari 2023 | 11:00 WIB
Tinja dan urin kita bisa didaur ulang sebagai produk pupuk. Manfaatnya, jika dikelola secara sintetis, punya khasiat gizi dan kesehatan.
Tinja dan urin kita bisa didaur ulang sebagai produk pupuk. Manfaatnya, jika dikelola secara sintetis, punya khasiat gizi dan kesehatan. (vectorpocket/freepik)

“Jika disiapkan dengan benar dan dikontrol kualitasnya, hingga 25% pupuk mineral sintetik konvensional di Jerman dapat digantikan dengan daur ulang pupuk dari urine dan feses manusia," tambahnya.

"Dikombinasikan dengan transisi pertanian yang melibatkan pengurangan peternakan dan penanaman tanaman untuk pakan ternak, bahkan lebih sedikit pupuk sintetis yang diperlukan, misalnya menghasilkan konsumsi gas alam fosil yang lebih rendah.”

Baca Juga: Sejarah Penggunaan Tinja untuk Pengobatan Medis dari Masa ke Masa

Baca Juga: Dunia Hewan: Mengapa Lalat Suka Makan Tahi, tapi Tidak Sakit?

Baca Juga: Benarkah Mayat Korban Pertempuran Waterloo Dijual dan Dijadikan Pupuk?

Baca Juga: Kenapa Air Kencing 'Normal' Berwarna Kuning? Ini Penyebabnya

Lewat penelitian ini, Häfner dan tim menyaring keberadaan 310 bahan kimia dalam kompos tinja. Di antaranya bisa menjadi obat-obatan hingga penghambat api, filter ultraviolet, penghambat korosi, dan penangkal serangga.

Hanya 6,5 persen dari semuanya yang berada di atas batas deteksi kompos sebagai obat-obatan. Beberapa di antaranya adalah obat penghilang rasa sakit ibuprofen dan obat antikonvulsan, dan penenang karbamazepin yang dapat dideteksi di dalam kubis yang dapat di makan.

Angkanya masih sedikit, tetapi masih bisa memungkinkan sebagai obat organik. Misalnya, para peneliti mengungkapkan, lebih dari setengah juta kubis perlu dimakan untuk mengakumulasi dosis yang setara dengan satu pil obat karbamazepin.

“Secara umum, risiko kesehatan manusia dari senyawa farmasi yang masuk ke sistem makanan melalui penggunaan kompos feses, tampaknya rendah,” jelas para peneliti dalam makalahnya.