Nationalgeographic.co.id—Setiap tahunnya, ular berbisa telah menyebabkan sekitar 120.000 kematian di seluruh dunia. Lalu ada pula sekitar 400.000 kecatatan atau disabilitas di seluruh dunia per tahun akibat gigitan ular berbisa.
Untuk mengurangi dan mencegah keparahan akibat gigitan ular berbisa, tim ahli biologi University of Maryland meluncurkan penyelidikan ke dalam genom ular derik punggung berlian dari barat (Crotalus atrox). Ini adalah spesies dengan lebih banyak racun atau bisa yang dikodekan dalam genomnya daripada ular derik lainnya yang dikenal.
Tim peneliti akhirnya mengidentifikasi satu protein yang disebut FETUA-3. Protein ini disebut dapat menghambat spektrum racun ular derik yang luas.
Laporan studi para peneliti itu telah terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. Temuan ini memiliki implikasi penting untuk pengembangan perawatan gigitan ular yang lebih baik.
"Pengobatan gigitan ular yang baik harus mampu menangkal racun lebih dari satu spesies ular," kata penulis senior studi Sean Carroll, seorang Profesor Biologi di University of Maryland dan wakil presiden untuk pendidikan sains di Howard Hughes Medical Institute (HHMI).
"FETUA-3 menghambat banyak racun—lebih dari 20—yang kami deteksi dan bahkan mengikat dan menghambat racun-racun dari bisa beberapa ular derik lain yang kami uji. Kita perlu mempelajari lebih lanjut tentang seberapa luas FETUA-3 dapat diterapkan atau apakah perlu beberapa penyesuaian tambahan, tetapi mengetahui bahwa protein yang satu ini dapat menetralkan seluruh kelas racun membuat para peneliti semakin dekat untuk menciptakan antibisa yang lebih baik."
Sebuah misteri sejarah alam
Menurut Carroll, penelitian tim dimulai dengan teka-teki sederhana tetapi menarik yang telah lama dihindari para peneliti: bagaimana dan mengapa ular berbisa kebal terhadap racunnya sendiri?
Baca Juga: Kematian Alprih Priyono dan Perlunya Aturan Pemeliharaan Ular
Baca Juga: Dunia Hewan: Deskripsi Spesies Baru Ular Badak di Pulau Hainan
Baca Juga: Perdagangan Ular di Indonesia Disorot: Apakah Cukup Berkelanjutan?
"Ini seperti perlombaan senjata biologis tiga arah yang konstan di mana masing-masing pihak selalu berinovasi untuk menaklukkan yang lain," jelas Carroll, seperti dikutip dari keterangan tertulis University of Maryland.