Freemason bagi Bangsawan Pribumi di Cirebon Sejak Tahun 1920

By Galih Pranata, Senin, 23 Januari 2023 | 07:00 WIB
Pertemuan sejumlah aktivis freemasonry yang dihadiri kalangan elit Eropa hingga elit pribumi di loji St. Jan di Bandung sekitar tahun 1920. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah telah mencatat bahwa di Cirebon, pernah berdiri sebuah komunitas sekuler yang dikenal dengan sebutan Freemasonry. Secara resmi, perkumpulan ini berdiri pada 1 Maret 1920 di Cirebon.

"Nama resmi dari komunitas kelembagaan ini bernama Freemasonry Kring Cirebon atau dengan nama Belanda Vrijmetselarij-Kring Cheribon," tulis Asep Achmad Hidayat dan tim risetnya.

Asep menulisnya kepada Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya dalam jurnal berjudul Dari Orang Belanda Sampai Elit Bumiputera: Kajian Sejarah Freemasonry di Kota Cirebon 1900-1942, terbit tahun 2020.

Tentu saja, akar pendirian Freemason di Cirebon dapat ditelusur dari loji-loji milik Belanda yang berada di Tegal. Simbol-simbol yang ada di loji "Humanitas" di Tegal dimungkinkan menjadi awal tersebarnya pengaruh ini.

Elit Belanda berperan besar dalam keberlangsungan Freemason Kring Cirebon, di mana Dr. H. J. van der Schroeff ditunjuk sebagai ketua bagi komunitas sekuler ini.

Para pengurus dari Freemason Kring Cirebon berasal dari berbagai kalangan profesi dan politikus, dimana keterlibatan dalam Freemasonry cukup membuka akses dan jaringan. 

Keikutsertaan para pengurus itu akan memuluskan karir para anggota dengan kewajiban "saling membantu antara sesama anggota (Freemason) sebagai saudara perkumpulan," imbuh Asep dan tim.

Setelah didominasi oleh kalangan elit Belanda sejak akhir abad 20 sampai berdirinya Kring Cirebon, keanggotaan Freemasonry di Cirebon ternyata memiliki sejumlah anggota dari kalangan bangsawan dan elit pribumi.

Loji Humanitas di Tegal. Anggota Freemason yang tercatat di loji ini tersebar dari Tegal dan daerah sekitarnya, termasuk Cirebon. (De Vriendschap 1917)

Sebut saja R. M. A. Pandji Ariodinoto, seorang Regent (Bupati) dan orang penting di Cirebon (bertahta sejak tahun 1920-1927), merupakan seorang aktivis dalam Freemason Kring Cirebon.

Sebagaimana persaudaraan, Raden Mas Adipati Ariodinoto juga membangun jaringan dengan pemimpin daerah, regent hingga elit bangsawan lainnya yang juga terlibat aktif dalam Freemasonry.

Sebut saja bangsawan lainnya, yaitu Raden Toemenggoeng Ario Tjondro Negoro (Regent Sidoarjo), Raden Soerio (opsir irigasi di Pemalang), Raden Mas Toemenggoeng Ario Koesoemo Joedo (Regent Ponorogo), dan Raden Mas Adipati Ario Tjokro Adi Koesoemo (Regent Temanggung).

Baca Juga: Lambang di Situs Makam Sunan Gunung Jati: Freemason Ada di Cirebon?

Baca Juga: Selidik Eksistensi Organisasi Rahasia di Tasikmalaya 1902-1939

Baca Juga: Coba Lihat ke Dalam, Bangunan Freemason yang Berada di New York

Baca Juga: Tujuh Perkara yang Mungkin Belum Anda Ketahui Tentang Fakta Freemason 

Ketertarikan dan bergabungnya sejumlah priyayi di Jawa ke dalam Freemasonry tidak terlepas dari propaganda R.M.A.A. Poerbo Adiningrat yang membentuk sebuah komisi bernama Voorloopig Programma der Commissie voor het propageeren der Maconnieke idéé in de Inlandsche Maatschappij.

Jaringan sejenis ini tentunya menggiurkan bagi sejumlah elit bangsawan pribumi. Tak ayal, hampir di seluruh wilayah di Jawa, sejumlah bangsawan dan priyayi pribumi terlibat aktif dalam keberlangsungan Freemasonry

Keterlibatan elit bangsawan terhadap Freemasonry masih menjadi teka-teki besar tentang bagaimana kota religius seperti Cirebon, memiliki Freemasonry yang bertentangan dengan ajaran Islam yang kuat di Keraton Cirebon.

Namun yang jelas, keberadaan organisasi ini dapat diketahui dari sejumlah bukti yang ditemukan di beberapa titik di Cirebon. Seperti halnya logo Freemasonry yang kontroversial karena berada di pintu makam Sunan Gunung Djati di Cirebon.