Beruntungnya, akibat cuaca yang baik dan angin laut yang stabil, banyak korban yang masih mampu menyelamatkan diri. Dari sini juga, para nelayan di Pantai Brondong Lamongan turut membantu mengevakuasi para korban.
Laporan tentang kecelakaan ini bahkan sampai ke Eropa. Angkatan Laut Kerajaan Belanda segera menyalurkan beritanya kepada sang ratu Wilhelmina hingga menyebutnya sebagai bencana nasional di Hindia Belanda.
Pada 21 Oktober 1936, seluruh dunia mengetahui tentang kabar karamnya kapal Van der Wijck. Seorang jurnalis bahkan menyebut dengan istilahnya: "seperti menjumpa guntur di siang hari yang penuh terik cerah," saat mendengar musibah itu.
Baca Juga: 'Ditemukannya' Kapal Van der Wijck yang Hilang Selama 85 Tahun
Baca Juga: Merapah Rempah: Cerita Bahtera-bahtera Kuno di Dasar Samudra Kita
Baca Juga: Surat Cinta dari Titanic Ini Ungkap Insiden Sebelum Kapal Tenggelam
Baca Juga: Tenggelamnya Kapal van Imhoff yang Mengangkut Simpatisan Nazi
Akibat kejadian itu, De Soematra Post menyebut jumlah korban yang tediri dari 140 awak kapal, dan dari 119 penumpang di dalamnya 55 orang dinyatakan hilang yang semuanya diperkirakan tewas dalam bencana tersebut.
Dalam versi lain, penumpang yang berhasil diselamatkan berjumlah 153 orang. Sementara sekitar 70 orang, baik penumpang maupun awak kapal, telah dilaporkan hilang. Dimungkinkan laporan ini dibuat setelah hasil evakuasi sepenuhnya ditutup.
Masih menjadi misteri tentang alasan karamnya kapal. Namun, De Soematra Post mengklaim adanya kemiringan berat yang tidak berimbang membuat gempuran ombak menenggelamkan kapal mewah itu.
Dalam roman gubahan Hamka, di momen inilah Zainudin kehilangan cinta sejatinya, Hayati yang tewas sebagai korban tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Meskipun kisah cintanya fiktif, tapi Hamka telah berhasil menggambarkan kepiluan atas tragedi nyata ini.