Nationalgeographic.co.id—Kita sering mendapat kabar bahwa lumba-lumba, sering terancam karena aktivitas nelayan. Tidak jarang, di Indonesia sendiri, lumba-lumba terjerat jaring nelayan saat menangkap ikan atau bekas jaring yang terbengkalai di laut.
Alih-alih manusia versus lumba-lumba di laut, di Brasilia justru punya kebiasaan menarik. Di sana, nelayan dan lumba-lumba hidung botol bekerja sama untuk menangkap ikan yang lebih banyak demi sumber penghidupan masing-masing.
“Kami tahu bahwa para nelayan sedang mengamati perilaku lumba-lumba untuk menentukan kapan harus menebar jala, tetapi kami tidak tahu apakah lumba-lumba secara aktif mengoordinasikan perilaku mereka dengan para nelayan,” kata Mauricio Cantor, pemimpin penelitian dari Oregon State University’s Marine Mammal Institute.
Melansir dari laman Oregon State University, para peneliti mempelajari praktik ini selama 15 tahun. Aktivitas nelayan dan lumba-lumba dipantau oleh para peneliti dengan drone dan pencitraan bawah air. Kedua belah pihak benar-benar bekerja sama mendapatkan hasil yang besar, keduanya sama-sama untung mendapatkan makanan.
"Ini menunjukkan bahwa ini adalah interaksi yang saling menguntungkan antara manusia dan lumba-lumba,” kesan Cantor.
Lewat kajiannya, para tim mendapati bahwa tradisi ini sudah berlangsung lebih dari 140 tahun lamanya di kota Laguna, pesisir selatan Brasilia. Tradisi kerja sama ini diturunkan dari generasi ke generasi antara nelayan dan lumba-lumba hidung botol itu sendiri.
Cantor dan tim mendapati catatan sejarah dan yang serupa dari perilaku ini di beberapa lokasi di tempat lain di dunia. Mereka mempublikasikan praktik kerja sama nelayan dan lumba-lumba ini dalam Proceedings of the National Academy of Sciences 30 Januari 2023, bertajuk "Foraging synchrony drives resilience in human–dolphin mutualism".
Para peneliti juga melihat faktor konsekuensi yang akan dialami lumba-lumba dan para nelayan di sana. Cantor dan tim menggabungkan pantauan drone, hidrofon, dan kamera bawah air untuk melihat mekanisme kerja sama dua pihak itu. Selain itu, survei demografis jangka panjang lumba-lumba hidung botol, serta wawancara dan mengamati perilaku nelayan.
Hasilnya, mencari makanan antara nelayan dan lumba-lumba hidung botol di Laguna, meningkatkan kemungkinan menangkap dan jumlah hasil tangkapan. Manfaat ini mendukung kelangsungan hidup lumba-lumba yang terlibat dalam penangkapan ikan yang bekerja sama dengan nelayan.
Para peneliti menemukan peningkatan kelangsungan hidup lumba-lumba sebesar 13 persen. Sedangkan nelayan, tradisi ini sosial ekonominya juga meningkat dengan segi tradisi dan hasil tangkapan. Cantor dan tim juga menemukan, pemahaman para nelayan tentang tradisi menangkap ikan cocok dengan bukti yang dihasilkan melalui alat dan metode ilmiah.
“Dari sudut pandang nelayan, praktik ini adalah bagian dari budaya masyarakat dalam segala hal,” kata Cantor. “Mereka memperoleh keterampilan yang diturunkan dari nelayan lain dan pengetahuan disebarkan melalui pembelajaran sosial. Mereka juga merasa terhubung dengan tempat ini dan memiliki rasa memiliki terhadap komunitas.”
Sayangnya, praktik ini menurun di beberapa tempat, ada juga yang telah lama hilang di sebagian tempat sehingga tidak terpantau. Padahal, sifat langka memancing bersama seperti di Brasilia ini bisa dipertimbangkan sebagai warisan budaya dunia, Cantor berpendapat.
Rekan peneliti dari Universidade Federal de Santa Catarina, profesor Fábio Daura-Jorge mengatakan timnya sudah melihat tanda-tanda awal penurunan praktik tersebut. “Jika kita mengambil langkah-langkah untuk mendokumentasikan dan melestarikan pengetahuan dan budaya praktik tersebut, secara tidak langsung dan positif kita juga dapat berdampak pada aspek biologis,” katanya.
Baca Juga: Dunia Hewan: Sub Spesies Baru Lumba-lumba Hidung Botol Diidentifikasi
Baca Juga: Dunia Hewan: Dampak Negatif Aktivitas Bising Manusia bagi Lumba-Lumba
Baca Juga: Dunia Hewan: Lumba-lumba Punya Jaring Aliansi Terbesar di Luar Manusia
Baca Juga: Wilayah Adat dan Kawasan Lindung: Kunci Konservasi Hutan Amazon Brasil
Mereka memprediksikan, praktik ini terancam di masa depan. Berdasarkan model prediktifnya, ancaman berhentinya kerja sama ini adalah jika populasi ikan yang biasa ditangkap nelayan dan lumba-lumba--ikan belanak--menurun. Ancaman lainnya adalah jika generasi muda nelayan kehilangan minat untuk mempelajari seni menangkap ikan dengan seni ini.
“Praktik ini tidak mungkin berlanjut jika lumba-lumba atau nelayan tidak lagi mendapat manfaat darinya,” kata Damien Farine. Farine adalah anggota penulisan penelitian, dan profesor di Department of Evolutionary Biology and Environmental Science, University of Zurich, Swiss.
Oleh karena itu, penelitian ini menyerukan tindakan konservasi kebudayaan ini. Harus ada cara untuk membuat lumba-lumba dan nelayan yang bergantung pada populasi ikan yang kuat dan sehat, supaya hubungan kerja sama bisa terus terwujud dan berhasil.
Selama ini wilayah itu mengalami penurunan ketersediaan ikan. Minat mempelajari tradisinya juga menurun, terang Daura-Jorge.
“Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi tebakan terbaik kami, dengan menggunakan data terbaik dan model terbaik kami, adalah jika keadaan terus berjalan seperti sekarang, akan ada saatnya interaksi akan terjadi. tidak lagi diminati oleh salah satu pemangsa – lumba-lumba atau pemancing,” lanjutnya.