Kepemilikan Kayu Jati Menentukan Status Sosial Masyarakat Jawa

By Galih Pranata, Kamis, 2 Februari 2023 | 11:00 WIB
Rumah joglo di Yogyakarta sekitar tahun 1908 dengan jati sebagai bahan dasar fondasinya. (Wikimedia Commons)

Bangsa Eropa turut mengakui bahwa kualitas kayu jati yang dihasilkan dari Jawa adalah yang terbaik kala itu. Tak heran, bagian bangunan keraton selalu lekat dengan elemen jati di dalamnya.

Seni arsitektur bangunan milik para bangsawan Jawa yang terpandang tak lepas dari keberadaan kayu jati. Seperti halnya juga bangunan-bangunan penting bagi penyebaran Islam di Jawa seperti halnya Masjid Demak, disangga oleh kekarnya jati.

Pendopo-pendopo dalam kraton Jawa juga menggunakan kayu jati sebagai bahan dasarnya. Seperti yang terdapat dalam bagian-bagian sakral pada keraton Kasunanan Surakarta dan keraton Kasultanan Yogyakarta.

Dalam Serat Centhini yang disusun oleh Pakubuwono V, Ia menggambarkan bahwa kayu jati memiliki watak atau sifat yang dapat mempengaruhi penghuninya. Kayu jati adalah kayu yang berkualitas, maka sudah semestinya digunakan untuk sesuatu yang berkualitas atau bermakna pula.

Tidak perlu menunjukkan bahwa sang Sultan memiliki kekayaan emas dalam singgasananya, hanya dengan keberadaan kayu jati saja ia sudah memiliki pengaruh dan status sosial yang penting dalam masyarakat Jawa.

Nilai sakral yang dimilikinya tidak hanya membuat jati sebagai komoditas prestis, namun juga bernilai sakral. Alhasil, hanya kalangan berstatus sosial tertentu yang sanggup membeli dan menggunakannya.