“Mempersempit jangkauan amplifikasi terestrial akan membantu prediksi perubahan iklim lintang rendah di masa depan, yang relevan dengan tekanan panas dan ketersediaan air,” tulis makalah tersebut.
Baca Juga: Krisis Air Akibat Perubahan Iklim Lebih Parah Dari yang Diperkirakan
Baca Juga: Perubahan Iklim: Mana yang Benar? Pendinginan atau Pemanasan Global?
Baca Juga: Bukan Cuma Siklus Alami, Manusia Memang Penyebab Perubahan Iklim
Baca Juga: Polusi Plastik Menjadi Salah Satu Penyebab Terbesar Perubahan Iklim
"Penelitian ini penting karena membantu kita memahami catatan iklim masa lalu Bumi dan bagaimana menghubungkannya dengan model dan harapan kita untuk masa depan," kata rekan penulis Steven Sherwood, seorang profesor di ARC Center of Excellence for Climate Extremes di Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas New South Wales, Sydney, Australia. “Implikasinya untuk masa depan adalah bahwa benua di Bumi akan terus menghangat lebih cepat daripada samudra saat pemanasan global berlanjut, hingga semoga kita mencapai nol bersih dan menghentikannya."
"Makalah ini penting, karena menyentuh fitur yang ada di mana-mana dalam proyeksi perubahan iklim, yang dihasilkan oleh model iklim yang kompleks: benua lebih hangat daripada lautan,” kata Masa Kageyama, rekan penulis dan direktur penelitian di Laboratorium Ilmu Iklim dan Lingkungan CNRS (LSCE) di Pierre Institut Simon Laplace di Universitas Paris-Saclay, Prancis.
“Sungguh luar biasa bahwa rekonstruksi suhu tropis, model iklim canggih, dan teori sederhana yang mengandalkan perubahan gabungan kelembapan dan panas di benua dan samudra semuanya menyatu untuk memberikan perkiraan yang kuat tentang amplifikasi terestrial,” ujar Kageyama. "Dalam pandangan saya, ini memperkuat proyeksi perubahan iklim di masa depan, dan pada saat yang sama membawa pemahaman baru tentang perubahan iklim di masa lalu."