Nationalgeographic.co.id - Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat banyak. Tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lewat Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 terdapat 919 jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi.
Namun, September 2021, IUCN melaporkan bahwa beberapa satwa di Indonesia masuk dalam status "Terancam Punah", setelah sebelumnya berstatus "Rentan". Beberapa di antaranya adalah komodo, badak sumatra, orangutan tapanuli, orangutan sumatra, badak jawa, dan rusa bawean.
Oleh karena itu, perlu ada upaya langsung pemantauan dan perlindungan demi menjaga keragaman hayati. Dolly Priatna, pengajar Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan sekaligus Direktur Eksekutif Belantara Foundation mengatakan, perlu banyak pihak dalam upaya seperti ini.
Kuncinya adalah kolaborasi dari pemerintah, akademisi, organisasi, sektor swasata, dan pemangku kepentingan lainnya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan metode SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool) Patrol yang diusungnya bersama Belantara Foundation.
“Belantara Foundation berharap pelatihan SMART Patrol ini dapat memberikan motivasi dan inspirasi tentang praktik terbaik dalam upaya perlindungan dan pemantauan biodiversitas yang efektif," tutur Dolly dalam webinar dan pelatihan SMART Patrol pada hari Kamis, 23 Februari 2023.
Acara ini bertajuk Belantara Learning Series Eps. 6 dengan tema SMART PAtrol: Menuju Perlindungan dan Pemantauan Biodiversitas yang Efektif. Pelatihan dan webinar ini juga diselenggarakan luring di Universitas Pakuan, Bogor.
Metode SMART Patrol bisa melibatkan mahasiswa, praktisi, jurnalis, pemerintah, dan sektor swasta yang berminat dalam upaya konservasi di Indonesia, terang Dolly. Selain itu, upaya kolaborasi ini bisa menjadi sarana pembelajaran untuk mengenal alat, sistem pemantauan, dan upaya konservasi yang efektif dengan manajemen adaptif.
Selama ini untuk melindungi keragaman hayati, pihak konservasi seperti taman nasional mengandalkan Polisi Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan, dan Penyuluh Kehutanan.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Titik Wurdiningsih menyambut metode SMART Patrol ini. Ia menilai, metode ini bisa menjadi penguatan personil penjagaan di lapangan. Ia berharap metode ini bisa diterapkan di Taman Nasional Lore Lindu juga.
“Kami berharap pelatihan ini dapat memperkuat implementasi Resort Based Management (RBM) dalam sistem pengelolaan kawasan TNLL yang lebih efektif dan efisien melalui manajemen data kawasan dengan peranan besar pada tingkat resor atau tapak serta mendukung sistem informasi berjenjang pada struktur Balai Besar TNLL”, tutur Titik dalam forum yang sama.
Dengan adanya metode ini, balai konservasi taman nasional bisa memperbarui data kondisi kawasan hutan dan keragaman hayati. Data dari pemantauan yang berbasis data ini bisa berguna sebagai masukan dalam peningkatan upaya pengelolaan kawasan.
Baca Juga: Dunia Hewan: Malaria Membahayakan Konservasi Kera Berstatus Terancam