Petaka yang Mengakhiri Kekuasaan Dinasti Song di Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Senin, 3 April 2023 | 14:00 WIB
Sejumlah petaka yang dialami oleh Dinasti Song mengakhiri kekuasaannya di Kekaisaran Tiongkok. Salah satunya adalah serangan suku nomaden. (Rolf Müller/ Summer Palace)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Tiongkok kerap mendapatkan serangan dari suku-suku nomaden di perbatasan. Berkat ketangguhan pasukannya, sebagian Kaisar Tiongkok mampu memukul mundur musuh. Namun tidak jarang yang mengalami kegagalan. Seperti yang terjadi pada Dinasti Song. Sejumlah petaka, termasuk pemberontakan suku nomaden, mengakhiri kekuasaan Dinasti Song di Kekaisaran Tiongkok.

Dinasti Song didirikan oleh Kaisar Zhao Kuangyin pada tahun 960. Dinasti ini berakhir untuk pertama kalinya pada Insiden Jingkang (1126 — 1127).

Dalam Insiden Jingkang, Dinasti Jurchen Jin menangkap Kaisar Tiongkok dari Dinasti Song. Bersama kaisar, bangsawan, pejabat, dan warga sipil juga turut ditawan oleh suku nomaden itu. Setelah perang dahsyat ini, Song kehilangan wilayah yang luas di utara dan banyak rakyat.

Seorang pangeran bernama Zhao Gou (1107 — 1187) membangun kembali Dinasti Song di selatan. Selama pemerintahannya, Zhao Gou berusaha untuk tidak berhadapan dengan Jurchen Jin yang kejam itu.

Namun, pengikut setia Dinasti Song yang tersisa berharap bisa merebut kembali wilayah dan martabat Song.

Oleh karena itu, sejak Kaisar Zhao Shen (1127 — 1194), membalas dendam pada Jurchen Jin menjadi tujuan utama. Sayangnya, mereka kerap menghadapi kegagalan.

Bersekutu dengan Mongol untuk mengalahkan Jurchen Jin

Sejak Genghis Khan membangun Kekaisaran Mongol pada 1206, ia terus memperluas wilayahnya. Dengan bakat militernya yang luar biasa, Mongol mulai menyerang Jurchen Jin.

Setelah itu, Song, Jin, dan Mongol berperang atau bersekutu dalam beberapa tahun berikutnya ketika situasi terus berubah.

“Pada 1234, Dinasti Song dan Mongol bersekutu dan akhirnya membinasakan Dinasti Jurchen Jin,” ungkap Gloria Lotha di laman Britannica. Akhirnya, Dinasti Song memulihkan banyak wilayah yang hilang dan menyelesaikan balas dendam mereka.

Tetapi rupanya Dinasti Song tidak bisa bersantai atau hidup damai. Kaisar Song terus menghadapi perang dan selanjutnya, mereka berperang dengan Mongol.

Perang tak berujung antara Dinasti Song dan Mongol

“Namun, hanya 1 tahun kemudian, Mongol mulai menginvasi Dinasti Song,” Lotha menambahkan lagi. Sayangnya, Dinasti Song memiliki dua kaisar yang tidak kompeten ketika pasukan Mongol yang agresif dan kuat menyerbu. Saat itu, tentara Song melawan balik dengan sengit.

Kaisar yang tidak memenuhi kompeten selalu dikelilingi oleh pejabat yang tamak dan licik. Maka tidak heran jika banyak pejabat tidak kompeten yang menjabat dan ini membahayakan kekaisaran.

Dari tahun 1235 hingga 1259, perang antara Dinasti Song dan Mongol tidak pernah berhenti. Masing-masing menduduki separuh Tiongkok dan terus berperang. Keduanya menang dan gagal beberapa kali. Ada banyak jenderal pemberani dan berbakat di setiap sisi dan konspirasi politik.

Pada 1259, khan dari Mongolia meninggal dalam perang melawan Song. Kematiannya sangat mendadak sehingga ia tidak menunjuk seorang ahli waris. Oleh karena itu, Kubilai (1215 — 1294), adik dari mendiang, bergegas merebut takhta.

Sebelum kembali ke Mongolia, Kubilai sempat membuat perjanjian yang tidak adil dengan Dinasti Song. Salah satu isinya adalah Song menghormati Khan Mongolia sebagai pemimpin dan memberikan upeti setiap tahun.

Kubilai mengalahkan pesaing lainnya, memenangkan takhta, menjadi khan dari Kekaisaran Mongol. Ia mengubahnya menjadi Dinasti Yuan (1271—1368).

Selama periode yang relatif damai ini, Kaisar Song menikmati hidup dengan ratusan wanita cantik. Alih-alih bersiap untuk menghadapi musuh, ia membiarkan perdana menteri yang tidak kompeten untuk mewakilinya. Sang perdana menteri, Jia, mengusir dan membunuh banyak perwira yang setia dan berintegritas.

Perang epik melindungi Xiangyang

Pada tahun 1268, Kubilai Khan mengirim pasukan elitenya untuk menyerang Xiangyang. Mengapa kota itu yang menjadi target? Xiangyang  adalah gerbang penting terakhir untuk menjatuhkan Dinasti Song.

Segera, Xiangyang dan kota terdekatnya dikepung oleh lebih dari 100.000 tentara Mongol. Tentara Kubilai memotong semua saluran penyelamatan yang mungkin dari kedua kota ini. Prajurit Song dan Mongol bertempur dengan gagah berani dalam pertempuran sengit yang tak terhitung jumlahnya.

Song mencoba mengirim bala bantuan delapan kali di tahun-tahun berikutnya, tetapi semuanya dikalahkan.

Serangan Mongol ke kota-kota Dinasti Song

Pada tahun 1273, Kubilai menyatukan pasukannya dan memusatkan serangan di kota Fancheng yang lebih kecil. Setelah serangkaian perang hebat, tembok kota runtuh.

Para komandan Dinasti Song dan ratusan prajuritnya yang tersisa terus bertempur di jalan-jalan. Mereka semua terluka dan kemudian melompat ke dalam api besar. Pada akhirnya, tentara Mongol membantai semua orang di kota itu.

Xiangyang adalah kota terpencil tanpa bala bantuan atau sumber daya lebih lanjut. Namun seorang komandan Song terus berjuang untuk menyelamatkan dinasti dan Kekaisaran Tiongkok. Komandan Lu tidak segan menyingkirkan rekannya yang membujuknya untuk menyerah.

Kubilai kemudian mengirim jenderal lain untuk bernegosiasi dengan Lu. Lu mengatakan bahwa perang sengit selama 6 tahun telah menunjukkan kesetiaannya kepada Song.

Kubilai berjanji jika Lu menyerah, dia akan diberi posisi tinggi. Semua orang di kota Xiangyang pun akan dilindungi. Pada akhirnya, Lu membuka gerbang Xiangyang dan menuruti Kubilai Khan.

Sejak 1235, perang yang memperebutkan kedua kota itu nyaris tidak berhenti. Sekitar 400.000 tentara tewas atau terluka dalam perang ini.

Akhir tragis bagi Dinasti Song

Dalam 6 tahun berikutnya setelah Kubilai menduduki Xiangyang, Dinasti Song terus kehilangan wilayahnya secara dramatis.

Perdana Menteri Jia terpaksa memimpin pasukan Song untuk mempertahankan kekaisaran. Itu karena ia terus membual dengan mengatakan bahwa ia komandan yang luar biasa dalam sejarah Tiongkok.

Alih-alih membela kekaisaran, Jia melarikan diri dari medan perang karena kepengecutannya. Dia meninggalkan 130.000 tentara Song tanpa komandan dan sumber daya yang diperlukan di medan perang. Sekali lagi, Dinasti Song menghadapi kerugian besar akibat pengkhianatan Jia.

Baca Juga: Penakut dan Enggan Bertakhta, Kaisar Tiongkok Qingzong Membawa Petaka

 Baca Juga: Kaisar Huizong, Si Pembawa Kehancuran bagi Rakyat Kekaisaran Tiongkok

 Baca Juga: Gaozong, Kaisar Tiongkok yang Harus Memilih Martabat atau Kedamaian

Baca Juga: Kehidupan Nyeleneh dan Penuh Warna Kaisar Tiongkok Zhengde dari Ming 

Tahun berikutnya setelah kekalahan besar ini, tentara Mongol mendekat ke luar ibu kota Song dan kaisar Song menyerah.

Sebelum ibu kota dibobol, beberapa pejabat dan jenderal setia Song mendukung saudara-saudara kaisar ini, berbaris ke selatan. Mereka mendirikan pemerintahan lain,dan terus berperang melawan Mongol.

3 tahun kemudian, kaisar terakhir Song dan rakyat mundur ke gunung di tepi laut di selatan Tiongkok. Setelah berbulan-bulan pertempuran intensif, mereka gagal. Sekitar 100.000 hingga 200.000 jenderal, tentara, dan warga sipil setia Dinasti Song tewas atau bunuh diri.

Kaisar Song terakhir, menteri yang setia, dan sekitar 800 anggota kekaisaran melompat ke laut dan bunuh diri. Setelah perang terakhir itu, tubuh yang tak terhitung jumlahnya mengambang di laut. Tubuh tak bernyawa itu mengungkapkan akhir tragis dan epik dari Dinasti Song di Kekaisaran Tiongkok.