Kejayaan Murad IV Kekaisaran Ottoman, yang Mati Muda Karena Asam Urat

By Galih Pranata, Selasa, 14 Maret 2023 | 13:00 WIB
Ilustrasi yang menunjukkan Sultan Murad IV. Meski dikenal tangguh dan sukses membawa Ottoman menuju kejayaannya, ia mati muda di usia 28 tahun karena penyakit asam urat akutnya.
Ilustrasi yang menunjukkan Sultan Murad IV. Meski dikenal tangguh dan sukses membawa Ottoman menuju kejayaannya, ia mati muda di usia 28 tahun karena penyakit asam urat akutnya. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Bagaimanapun, sejarah telah mencatat bahwa Murad IV adalah sultan Ottoman yang perkasa dan ditakuti Eropa di zamannya. Ia menjadi pemimpin yang cukup kuat dalam banyak hikayat.

"Ia disamakan dengan Trajan, salah satu dari lima kaisar Romawi terbesar sepanjang sejarah," tulis Ekrem Buğra Ekinci, seorang profesor sejarah berkebangsaan Turki sekaligus menjadi kolumnis Daily Sabah.

Ekrem membagikan kisah menariknya dalam sebuah artikel berjudul Mighty sovereigns of Ottoman throne: Sultan Murad IV yang diterbitkan pada 14 Januari 2022. Sultan Murad IV merupakan sultan Ottoman ke-17 dan khalifah Muslim ke-82. Ia adalah putra dari Sultan Ahmed I. 

Dia memiliki pendidikan dan didikan yang baik selama di istana, seperti halnya Murad IV sangat membumi. Ketika ia baru berusia 10 tahun, Murad IV cilik berpakaian seperti orang biasa dan berkeliaran di sekitar kota.

Pada bulan Maret 1635, Sultan Murad IV memulai kampanye ke arah timur dan mengepung Yerevan. Dia merebut kastil—yang bahkan Sultan Suleiman I, juga dikenal sebagai Suleiman yang Agung, tidak dapat merebutnya.

Setelah berhasil merebut Yerevan, Sultan Murad IV juga merebut Tabriz pada bulan September. Namun pada akhirnya, ia menyerah untuk pergi ke Isfahan karena sakit dan kembali ke Istanbul melalui Diyarbakir.

Sang Sultan memang sudah cukup lama menderita sakit asam urat. Oleh karenanya, Sultan Murad IV biasa meminum ekstrak opium (morfin) yang diberikan oleh tabibnya untuk meringankan sakit asam urat yang dideritanya.

Minuman yang diberikan tabib kerap membuatnya merasa lelah dan lesu. Mereka yang melihatnya terhuyung-huyung dari waktu ke waktu menyimpulkan bahwa sultan sedang mengonsumsi alkohol.

Walaupun asam uratnya cukup serius dan kerap kali menderanya, semangat memimpin Ottoman melekat kuat dan mengalir dalam aliran darahnya. Setiap kali sembuh, Murad IV terus melanjutkan ekspansinya.

"Sultan Murad kemudian melakukan ekspedisi untuk merebut Bagdad dari Safawi pada tahun 1638. Ia tiba di depan Bagdad pada 16 November 1638 setelah menempuh perjalanan selama lima bulan," imbuhnya.

Di sisi lain, Sultan Murad IV mula berkonflik dengan Venesia. Mengandalkan angkatan lautnya, Venesia memanfaatkan ekspedisi ini dan memutuskan perjanjiannya dengan Ottoman, menahan pajaknya dan menduduki pelabuhan Dalmatian.

Venesia, dengan Prancis, sejatinya adalah negara nomor satu yang berdagang dengan Kekaisaran Ottoman. Bagaimanapun, Murad IV dan ambisinya melawan Venesia menjadikannya momok yang ditakuti Eropa.

Sultan Murad IV yang dikelilingi pelayannya juga tabibnya, kerap diberikan opium untuk meringankan sakit asam uratnya.
Sultan Murad IV yang dikelilingi pelayannya juga tabibnya, kerap diberikan opium untuk meringankan sakit asam uratnya. (Wikimedia Commons)

Murad yang sukses, namun bernasib malang. Ajal lebih dahulu menjemputnya. Sultan Murad meninggal pada 8 Februari 1640, setelah berjuang melawan asam urat selama lima tahun.

Penyakitnya bertambah parah dan merenggut nyawanya setelah 14 hari tirah baring. Nahasnya, dia wafat saat baru berusia 28 tahun. Ia dikebumikan di dekat makam ayahnya, Sultan Ahmed I.

Dengan demikian, kesultanannya bertahan selama 16 tahun lebih. Meski wafat, spirit bertempurnya terus menjalar dalam nadi Ottoman.

Semangat berperangnya melawan kekaisaran di Eropa, termasuk Venesia tetap hidup. Hal ini dibuktikan dengan perlawanan yang diteruskan oleh pemimpin Ottoman selanjutnya, Sultan Ibrahim.

Baca Juga: Era Kesultanan Wanita, Saat Perempuan Mendominasi Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Mengungkap Kehidupan Sehari-hari di Harem Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Selim III Kekaisaran Ottoman, Bawa Reformasi Hingga Kehilangan Takhta

Baca Juga: Kosem Sultan, dari Selir Hingga Jadi Permaisuri Ottoman Haus Kekuasaan 

Sejarawan Mustafa Naima mengatakan: "Dia sangat mirip dengan Sultan Selim I dalam hal karakter dan kemampuan." Setelah kematiannya, dia meninggalkan negara yang damai dan pasukan dengan kekuatan serangan terbesar di dunia.

Perbendaharaan Kekaisaran Ottoman yang sebelumnya kosong saat Murad IV naik takhta, lantas memiliki 15 juta koin emas selepas kematiannya. 

Dia mereformasi sistem Tımar, di mana pendapatan yang diproyeksikan dari wilayah yang ditaklukkan didistribusikan dalam bentuk hibah tanah sementara di antara kelas militer.

"Dia mengambil kembali fondasi yang telah diambil oleh para pengganggu. Dia mengambil langkah-langkah untuk mencegah pemborosan demi pemborosan," terus Ekrem menutup tulisannya.

Biarpun Murad IV bisa dikatakan mati muda karena asam uratnya, semangatnya dalam meletakkan fondasi kejayaan Ottoman membuatnya dikenang sebagai salah satu sultan Ottoman yang cukup sukses sepanjang sejarah.