Nationalgeographic.co.id—Sultan Selim III adalah sultan Ottoman ke-28 dan khalifah Islam ke-93. Ia lahir dari pasangan Sultan Mustafa III dan Mihrişah Sultan di Istana Topkapı pada tahun 1761.
Sultan Selim III menerima pendidikan yang sangat baik dari para guru terbaik. Şehzade (Pangeran) Selim kehilangan ayahnya ketika dia berusia 13 tahun. Pamannya memperlakukannya dengan baik dan membiarkan dia bertindak sesuka hatinya.
Selim belajar tentang sejarah, politik, organisasi administrasi dan militer negara-negara Eropa. Dia berkorespondensi dengan putra mahkota Prancis, Louis XVI.
Ketika pamannya meninggal pada tahun 1789, Kızağası (kepala kasim) Idris mengundangnya naik takhta. Setelah pamannya meninggal, dia berusaha untuk mengakhiri kekacauan sosial, ekonomi, dan administrasi yang dihadapi kekaisaran.
Saat Sultan Selim III naik tahta, perang dengan Rusia dan Austria masih berlangsung. Dia mengumpulkan birokrat sipil dan militer berpangkat tinggi di dewan penasehat dan menanyakan pendapat mereka tentang masalah negara, ingin semua orang mengungkapkan pikiran mereka secara terbuka.
Kemudian, dia mengirim semua barang berharga di istana ke percetakan untuk membuat koin. Şehzades dan wanita istana juga berpartisipasi dalam hal ini, memberikan contoh yang baik bagi para birokrat dan masyarakat.
Ketika Beograd diambil oleh Austria dan Bender jatuh ke tangan Rusia, perjanjian aliansi ditandatangani dengan Swedia dengan imbalan uang.
Namun, aliansi ini tidak banyak membantu Ottoman. Aliansi dengan Prusia, sebaliknya, menyebabkan Austria, yang dikalahkan di Giurgiu, mundur dari perang. Setelah ini, Perjanjian Sistova ditandatangani pada tahun 1791.
Setelah dibiarkan sendiri, Rusia merebut Kiliya dan Izmail setelah penarikan Swedia dari aliansi tersebut. Mereka menempatkan orang-orang ke pedang. Prusia dan Polandia tidak dapat membantu karena Revolusi Prancis. Tentara Ottoman, yang telah berperang selama empat tahun, lelah dan lelah.
Meskipun jumlahnya mencapai 100.000, itu tidak lebih dari gerombolan yang tidak terlatih, tidak patuh dan perampok.
Oleh karena itu, Perjanjian Jassy ditandatangani pada tahun 1792. Rusia mundur dari tempat yang mereka duduki. Sungai Dniester menjadi perbatasan kedua negara. Dengan demikian, negara mencapai kedamaian relatif.
Perancis membalas persahabatan dengan permusuhan
Source | : | Daily Sabah |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR