Setelah itu, Lu Zhi menamai Qi yang malang itu sebagai "manusia babi".
Mendengar perlakuan permaisurinya terhadap selir kesayangannya, Kaisar Hui sangat muak. Ia akhirnya jatuh sakit dan mengundurkan diri dari urusan kekaisaran. Sayangnya, ini tidak menyurutkan semangat Lu Zhi. Sebaliknya, mundurnya kaisar membuat ia memiliki lebih banyak kekuatan.
Lu Zhi terus memerintah Dinasti Han dengan menebar teror dan kekuatan, sampai kematiannya pada tahun 180 Sebelum Masehi.
Permaisuri Jia Nanfeng
Ia adalah permaisuri pertama Kaisar Hui dari Dinasti Jin. Jia Nanfeng dicerca sebagai wanita jahat yang memprovokasi Perang Delapan Pangeran yang menghancurkan.
Antara tahun 291 dan 300 Masehi, dia mendominasi istana, semakin memperluas pengaruhnya dengan bersekongkol dengan para pangeran. Pada akhirnya, dia bahkan berencana untuk membunuh putra mahkota.
Jia akhirnya mendapatkan ganjarannya ketika Pangeran Sima Lun melakukan kudeta. Sang permaisuri kejam akhirnya terpaksa bunuh diri. Tetapi pada saat itu, Dinasti Jin yang rapuh sudah rusak parah.
Cixi (1835–1908)
Cixi dari Dinasti Qing adalah nama yang paling sering terlintas dalam benak ketika memikirkan penguasa wanita Tiongkok yang kuat. “Ia bahkan lebih terkenal daripada Wu Zetian,” kata Yong.
Selama hidupnya ia menjadi selir Kaisar Xianfeng, ibu suri, dan wakil penguasa Kaisar Tongzhi dan Guangxu. Cixi sering disalahkan sebagai wanita di balik kejatuhan Dinasti Qing. Banyak juga yang menganggapnya sebagai biang keladi kekalahan berulang kekaisaran di tangan kekuatan kolonial Eropa.
Lahir pada tahun 1835 dari klan Manchu Yehenara, Cixi menjadi permaisuri Kaisar Xianfeng. Setelah Xianfeng meninggal pada tahun 1861, ia diberikan status ibu suri ketika putranya naik takhta sebagai Kaisar Tongzhi.