Nationalgeographic.co.id—Di sepanjang sejarah perkembangan Islam, masjid-masjid menjadi tempat sentral berkumpulnya umat muslim untuk menunaikan ibadah. Namun, ada satu masjid yang menarik untuk dikunjungi, ialah Masjid Hassan II.
Menaranya menjulang setinggi 210 meter—atau setara 60 lantai—berdiri kokoh di atas Samudra Atlantik. Tengara ini menjadikan Masjid Hassan II di Casablanca, Maroko, sebagai menara tertinggi di dunia, dan bangunan tertinggi di Maroko.
Masjid ini dibangun hanya dalam tujuh tahun pada masa pemerintahan Raja Hassan II, sekaligus menjadi bangunan paling ambisius yang pernah dibangun di Maroko. Masjid Hassan II adalah satu dari dua masjid di negari ini.
"Dengan ruang untuk menampung 25.000 jemaah di dalamnya, halaman luar di sekitarnya menyediakan ruang untuk tambahan 80.000 orang," tulis Mandy Sinclair kepada Culture Trip dalam artikel berjudul History Of Hassan II Mosque In 1 Minute terbitan 2016.
Konteks sejarah masjid dimulai dengan kematian Raja Mohammed V pada tahun 1961. Raja Hassan II telah meminta pengrajin terbaik negara itu untuk maju dan mengajukan rencana mausoleum untuk menghormati almarhum raja.
Raja Hassan II menyatakan dalam pidatonya pada 9 Juli 1980, bahwa dia ingin 'membangun masjid ini di atas air, "karena singgasana Allah ada di atas air."
Orang beriman yang pergi ke masjid untuk beribadah dan menunaikan salat, merenungi langit dan lautan ciptaan Tuhan, dan memuji-Nya dari dalam masjid.
Karenanya masjid ini dibangun tepat berada di atas perairan Samudra Atlantik, riuh ombaknya dapat dilihat melalui lantai kaca dari dalam masjid.
Masjid ini mulai dikerjakan pada 12 Juli 1986, sekitar 6.000 pengrajin paling bergengsi di istana kerajaan. Mereka menggunakan bahan terbaik dari seluruh Maroko, seperti kayu cedar dari Pegunungan Atlas Tengah, dan marmer dari Agadir di pantai Atlantik selatan.
Proyek ambisius ini dirancang oleh arsitek Prancis bernama Michel Pinseau yang pernah tinggal di Maroko beberapa waktu, dan dibantu oleh tenaga dari kelompok teknik sipil Bouygues.
Pekerjaan konstruksi dilakukan sepanjang waktu untuk memastikan bangunan dapat selesai pada tanggal 30 Agustus 1993, bertepatan dengan momentum menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selama periode konstruksi yang paling intens, 1.400 orang bekerja pada siang hari, sementara 1.100 lainnya pada malam hari. Sejumlah 10.000 seniman dan pengrajin berpartisipasi dalam membangun dan mempercantik masjid.
Tercatat ada sekitar 6.000 pengrajin tradisional Maroko bekerja selama lima tahun untuk membuat mosaik yang melimpah dan indah, lantai dan kolom dari batu dan marmer, cetakan plester pahatan, dan langit-langit kayu yang diukir dan dicat dengan estetika.
Fitur khusus di masjid ini adalah semua strukturnya terbuat dari beton semen bertulang dan semua dekorasinya berdesain tradisional Maroko.
Biaya konstruksi, diperkirakan menghabiskan sekitar 585 juta euro, hingga menjadi isu perdebatan di Maroko. Pasalnya, negeri gurun Afrika ini berpenghasilan menengah ke bawah.
Hassan berambisi membangun sebuah masjid yang akan menjadi tempat ibadah yang istimewa kedua setelah masjid di Mekkah. Namun, pemerintah tengah kekurangan dana untuk membangun proyek sebesar itu.
Bangunan ini memadukan arsitektur Islam dan elemen Maroko, serta mencerminkan pengaruh Moor, sambil menampilkan desain perkotaan. Desainnya menampilkan elemen yang ditemukan di bangunan Maroko lainnya seperti masjid yang belum selesai di Rabat dan Masjid Koutoubia di Marrakesh.
Terdapat juga fitur dari benteng Romawi kuno yang diubah menjadi makam Raja Mohammed V dari Rabat. Ruang salatnya berada di bagian atas masjid yang ditutupi jendela.
Aula tengah memiliki pemanas terpusat, dan memberikan pemandangan bawah laut Samudra Atlantik yang spektakuler. Ukiran kayu, karya zellij, dan cetakan plesteran di ruang salat memiliki desain yang rumit dan sangat mengesankan.
Ada pula menara yang tinggi tampak mencakar langit. Menara ini memiliki sinar laser di bagian atas, yang dioperasikan secara elektronik di malam hari. Kabarnya, di menara Hassan II, perancang menggunakan warna hijau buih laut dan biru untuk menghormati kehidupan seorang raja.
Baca Juga: Arsitektur Masjid Córdoba: Simbolisme Islam-Kristen di Spanyol
Baca Juga: Dari Sebuah Tabir Mimpi, Hagia Sophia yang Menawan Mulai Berdiri
Baca Juga: Jejak Mansa Musa: Muslim Kaya Mendirikan Masjid Lumpur yang Megah
Baca Juga: Goresan Sejarah Hagia Sophia, Satu Kubah yang Menaungi Tiga Agama
Beton yang digunakan untuk menara adalah jenis material khusus bermutu tinggi. Material ini dapat bekerja dengan baik, meski dalam situasi terpaan angin kencang dan gempa skala tertentu.
Jika kita mencoba berkeliling di sekitar eksterior masjid, kita akan menemukan beberapa ubin zellige terbaik dalam warna biru pucat, gading, dan kuning yang memesona.
Jangan melewatkan aula dengan arsitektur yang luar biasa, tempat dipanjatkannya doa. Aula ini dihias dengan langit-langit masjid yang menakjubkan dengan atap buka-tutup, sehingga memungkinkan angin laut yang lembut itu menyejukkan para jamaah di dalamnya.
Masjid Hassan II tidak dapat disangkal telah menandai kelestarian seni leluhur yang dimodernisasi. Masjid ini menerapkan inovasi yang tidak hanya karena alasan teknis tetapi juga karena eksplorasi seni dan estetika.