Silaturahmi dan Pengalaman Positifnya Memengaruhi Cara Tubuh Berfungsi

By Ricky Jenihansen, Rabu, 5 April 2023 | 08:00 WIB
Silaturahmi dan hubungan sosial memengaruhi kesehatan fisik, namun masih ada pertanyaan mengenai sifat asosiasi ini. (Photostock)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru dari ilmuwan University of Auckland menemukan bahwa silaturahmi, hubungan sosial dan pengalaman positifnya dapat memengaruhi cara tubuh berfungsi. Perasaan tentang hubungan dekat dengan orang lain dikaitkan dengan kesehatan fisik lebih baik.

Studi skala kecil sebelumnya telah meneliti hubungan antara konflik hubungan atau kepuasan dengan tingkat stres dan tekanan darah. Hubungan sosial memengaruhi kesehatan fisik, namun masih ada pertanyaan mengenai sifat asosiasi ini.

Studi tersebut telah diterbitkan di Social Psychological and Personality Science dengan judul "The Good, the Bad, and the Variable: Examining Stress and Blood Pressure Responses to Close Relationships."

Misalnya, ketika datang untuk memprediksi proses yang relevan dengan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, beberapa penelitian telah meneliti kepentingan relatif dari pengalaman relasional positif dan negatif. Kemudian variabilitas dalam pengalaman relasional (selain tingkat rata-rata).

Bagaimana hubungan dekat mempengaruhi kesehatan fisik? Ahli teori menyarankan bahwa aspek positif dan negatif dari hubungan silaturahmi menimbulkan perubahan psikologis dan fisiologis, yang dapat terakumulasi menjadi konsekuensi kesehatan fisik jangka panjang.

Beberapa penelitian sebelumnya memang telah mendokumentasikan bahwa aspek kunci dari hubungan berkontribusi pada proses psikologis dan biologis proksimal (misalnya, stres, regulasi emosi, dan fungsi imunologi dan kardiovaskular).

Sementara itu, penelitian baru ini meneliti efek pengalaman hubungan positif dan negatif pada tubuh, serta bagaimana pengalaman dan hasil kesehatan ini berubah dari hari ke hari.

"Pengalaman positif dan negatif dalam hubungan kita berkontribusi pada stres, koping, dan fisiologi kita sehari-hari, seperti tekanan darah dan reaktivitas detak jantung," kata penulis utama Brian Don dari University of Auckland.

"Selain itu, bukan hanya bagaimana perasaan kita tentang hubungan kita secara keseluruhan yang penting, dinamika dalam hubungan juga penting."

Pada penelitian ini, selama tiga minggu, 4.005 peserta menyelesaikan check-in harian melalui smartphone atau jam tangan pintar mereka, memberikan penilaian tekanan darah, detak jantung, stres, dan bagaimana mereka menyelesaikan masalah.

"Untuk mengatasi kesenjangan ini, kami melakukan studi harian yang meneliti hubungan, stres, dan fisiologi dalam kehidupan sehari-hari. Detak jantung dan tekanan darah dinilai menggunakan sensor optik dan terintegrasi dengan studi berbasis aplikasi," tulis peneliti.

Setiap tiga hari, peserta juga berbagi refleksi tentang hubungan terdekat mereka, merinci pengalaman positif dan negatif mereka.