Kisah Toregene dan Wanita Hebat Lain yang Memimpin Kekaisaran Mongol

By Sysilia Tanhati, Kamis, 13 April 2023 | 15:00 WIB
Kisah tentang Toregene dan wanita Kekaisaran Mongol yang memimpin kekaisaran dan berjuang jarang terdengar. Mereka berhasil membawa kemakmuran bagi rakyat di kekaisaran. (Rashid al-Din - Rashid al-Din)

Nationalgeographic.co.id -  Secara tradisional, wanita di Kekaisaran Mongol bertanggung jawab untuk mengatur urusan rumah tangga. Sementara kaum pria pergi menggembala, berburu, atau berperang. Namun seiring dengan berjalannya waktu, peran wanita pun mengalami perubahan. Misalnya Toregene, salah satu wanita penting yang memimpin Kekaisaran Mongol.

Saat kampanye perang makin meluas selama abad ke-13, wanita Mongol turut memperluas kendali mereka. Mereka mengambil jabatan publik sebagai penguasa. Ini berlangsung antara pemerintahan Genghis Khan, yang berakhir pada 1227, dan cucunya Kubilai, yang dimulai pada 1260.

Putra Genghis Khan, Ogodei, menjadi Khan Agung pada tahun 1229. Namun, dia banyak menghabiskan waktunya dalam pesta mabuk-mabukan. “Alhasil, kekuasaan berangsur-angsur berpindah ke Toregene, istri yang paling cakap, meski bukan senior,” tulis Jack Wetherford di laman The Globalist.

Bukti tertua otoritas Toregene di istana Mongol muncul dalam perintah untuk mencetak teks Tao. Perintah itu dikeluarkan olehnya sebagai Yeke Khatun, Permaisuri Agung. Dalam surat perintah itu, Toregene menggunakan namanya sendiri tetapi masih di bawah stempel Ogodei. Dokumen tersebut menunjukkan jelas bahwa dia sudah menguasai sebagian dari administrasi sipil kekaisaran.

Sementara para pria bertempur, dia melakukan aktivitas yang sama sekali berbeda. Toregene mendukung proyek agama, pendidikan, dan konstruksi dalam skala kekaisaran. Setelah Ogodei meninggal, Toregene mengambil alih kekuasaan penuh sebagai wali penguasa.

Dalam mengejar kebijakannya sendiri, dia memecat menteri mendiang suaminya dan menggantinya dengan menterinya sendiri. Salah satu pejabatnya yang paling penting adalah Fatima. Ia adalah tawanan Tajik atau Persia dari kampanye Timur Tengah.

Penulis sejarah Persia Juvaini menulis bahwa Fatima menikmati akses terus-menerus ke tenda Toregene. Menurutnya, dia menjadi pembagi rahasia penting dan menyimpan rahasia yang tersembunyi.

“Fatima memainkan peran politik dan bebas untuk mengeluarkan perintah dan larangan,” kata Wetherford.

Selama masa pemerintahan Toregene, pejabat asing tiba dari sudut jauh kekaisaran. Mereka mengunjungi ibu kota di Karakorum atau ke kamp kekaisaran nomadennya.

Selain pemerintahan Toregene dan Fatima, dua dari tiga divisi kekaisaran lainnya juga memiliki pemimpin perempuan.

Sorkhokhtani, janda putra bungsu Genghis Khan, Tolui, memerintah Tiongkok Utara dan Mongolia Timur. Ebuskun, janda putra kedua Genghis Khan, Chaghatai, memerintah Asia Tengah atau Turkestan.

Hanya Golden Horde Rusia, di bawah kendali Batu Khan, yang tetap berada di bawah kekuasaan kaum pria.