Menurut Marco Polo, yang menyebutnya sebagai Aiyaruk, dia cantik dan kuat. Sang putri juga terampil sebagai pemanah dan pegulat. Dia mungkin tidak pernah menikah, karena telah bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bisa mengalahkannya dalam gulat. Sejauh yang diketahui, tidak ada yang berhasil. Kisahnya menginspirasi opera abad ke-20 Turandot karya Puccini.
Kekaisaran Genghis Khan akhirnya bertahan selama satu setengah abad. Pada 1368, bangsa Mongol digulingkan dan kebanyakan dari mereka mundur ke wilayah stepa.
Baca Juga: Pengorbanan Manusia Dinasti Shang, Periode Kelam Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Daftar Permaisuri Kaisar Tiongkok yang Bertangan Besi dan Bijak
Baca Juga: Ketika Ilmu Hitam Menghancurkan Permaisuri Chen dari Tiongkok Kuno
Baca Juga: Apakah Selir Kaisar Tiongkok Cixi Merupakan Pelopor Gerakan Feminisme?
Sementara para pria kembali berkelahi karena domba dan mencuri kuda, para wanita menjaga semangat kekaisaran tetap hidup. Pada akhir abad ke-15, seorang penakluk baru muncul bertekad untuk memulihkan Kekaisaran Mongol Genghis Khan.
Dia adalah Manduhai, sang Ratu Bijaksana. Dia turun ke medan perang dan menaklukkan kembali suku stepa. Manduhai menyatukan mereka menjadi satu bangsa.
Tapi kali ini, mereka bukan tandingan Kekaisaran Tiongkok yang dengan cepat memperluas Tembok Besar untuk mencegah suku nomaden. Bahkan Kekaisaran Tiongkok saat itu sudah menggunakan artileri mesiu untuk mengalahkan pasukan Mongol. Era ratu prajurit hebat Mongolia telah berlalu.
Perjuangan para wanita penguasa di Kekaisaran Mongol menginspirasi. Kini, orang tua membisikkan kepada anak-anak kisah tentang Ratu Agung Mongolia yang memerintah kekaisaran terbesar dalam sejarah.