Seraut Keelokan Alam dan Tradisi Nusa Bunga

By National Geographic Indonesia, Kamis, 6 April 2023 | 16:17 WIB
Di Gua Cermin, Desa Waesambi, dekat pusat kota Labuan Bajo, masyarakat dan wisatawan dapat menyaksikan beberapa ornamen gua serta fosil nautilus seperti ini, selain fosil penyu dan terumbu. (Valentino Luis)

Nasi kolo adalah menu yang selalu hadir di atas pi­ring makan saya. Nasi bakar dibungkus bambu muda dan kedua ujungnya ditutup daun enau. Dibakarnya pun menggunakan tungku api, menimbulkan aroma asap kayu bakar yang khas. Wangi dan amat lezat.

Tenun hasil masyarakat Desa Coal, di sebelah timur Labuan Bajo menjadi pilihan oleh-oleh utama turis. Tenun ini hadir dengan beragam jenis, ada selendang selimut, selendang biasa, kain, dan sarung. (Valentino Luis)

Pada suatu siang saya berkunjung ke Rumah Tenun Baku Peduli. Henny Dinan, pengampu rumah tenun, seketika tersenyum melihat kedatangan saya. Ia mengajak saya menongkrong di tempat pewarnaan benang. Benang yang telah dicelup ke pewarna dan telah kering, digantung rapi di sepasang bilah bambu.

Secara fisik, rumah tenun menjadi tempat produksi dan galeri penjualan kain tenun. Namun, “selain melanjutkan warisan penge­tahuan keterampilan keluarga, yang kami lakukan di sini bukan hanya tentang mengolah kain, tapi juga terkait dengan pewarna, lingkungan, dan merawat pengetahuan itu sendiri,” terang Henny kepada saya. Ia dan teman-temannya mengumpulkan kembali ce­rita tenun.

“Kami bikin riset periodisasi kain dari tahun ke tahun, lalu kami membuat ulang kain tersebut. Dengan cara begitu, orang bisa melihat transisi desain kain itu seperti apa yang jejaknya sekarang sudah tidak ada,” jelasnya. Cerita-cerita ini perlu dihidupkan untuk melawan narasi keliru yang beredar, seper­ti tidak pernah adanya tenun Labuan Bajo, yang ada tenun Manggarai.

Baca Juga: Apakah Manusia Purba Homo floresiensis Masih Hidup di Indonesia?

Baca Juga: Manusia Bermigrasi dari Sulawesi Selatan ke Flores Lewat Selayar

Baca Juga: Singkap Musik Beghu yang Sakral dan Tersembunyi di Pedalaman Flores

Baca Juga: Janji Bagi Nusa Bunga

Sepanjang 2012–2016, program mereka adalah pemberdayaan perempuan dengan menambah pengetahuan mereka tentang kombinasi benang, pengadaan benang, dan penjualan.

“Pewarna alam identik dengan alam itu sendiri,” jelas Ney, panggilan akrabnya. “Bagaimana kita melakukan pewarnaan alam kalau hutan alam tidak ada?” tanyanya. “Beberapa pewarna bisa dibudidayakan. Indigo, kapas, mengkudu, semua bisa ditanam sendiri. Tapi pohon Loba itu tidak bisa kita budidayakan, dan alam sendiri yang menentukan di mana tempat dia seharusnya tumbuh,” ungkapnya.

Sejatinya, tenun bukan hanya sekadar selembar kain, tetapi ada filosofi yang dalam di sana. Belajar tentang pewarnaan, artinya kita sedang belajar tentang alam semesta.