Mencairnya Es Kutub Memicu Cuaca Musim Dingin Ekstrem di Seluruh Dunia

By Ricky Jenihansen, Jumat, 7 April 2023 | 12:00 WIB
Pemanasan global telah menyebabkan cuaca musim dingin yang lebih ekstrem. (Pixabay)

Fenomena itu yang disebut sebagai "Benua Arktika-Dingin Hangat" (WACC), dan mereka menyelidiki bagaimana hubungan ini berubah dengan iklim yang menghangat.

Dalam studi mereka, para peneliti melihat data iklim historis kemudian beralih ke model proyeksi iklim. Mereka mengeksplorasi hubungan potensial dan menilai bagaimana fenomena ini dapat dipengaruhi oleh berbagai skenario pemanasan global.

Mereka menggunakan data iklim dari European Center for Medium-Range Weather Forecasting (ECMWF) selama hampir 40 tahun. Berdasarkan data itu para peneliti mengorelasikan suhu musim dingin di Asia Timur dan Amerika Utara dengan suhu Laut Barents-Kara dan Laut Siberia Timur-Chukchi di wilayah Arktika.

Mereka mengamati bahwa suhu musim dingin yang lebih rendah di Asia Timur dan Amerika Utara biasanya disertai dengan suhu Laut Arktik yang lebih hangat.

Namun, mereka juga menemukan bahwa di beberapa musim dingin, seperti musim dingin 2017/18 di Asia Timur, pola ini tidak berlaku. Temuan mereka menunjukkan bahwa keterkaitan tersebut mencakup ketidakpastian yang mungkin disebabkan oleh faktor selain suhu Laut Arktika.

Meskipun demikian, dengan menggunakan proyeksi iklim dari percobaan Half degree Additional warming, Prognosis and Projected Impacts (HAPPI), para peneliti menemukan bahwa pola WACC tetap bertahan bahkan ketika suhu global naik. HAPPI merupakan peranti yang ditargetkan untuk memproyeksikan iklim masa depan di bawah skenario pemanasan 1,5°C hingga 2°C.

Namun, mereka menemukan bahwa korelasi antara suhu Laut Arktika dan suhu Asia Timur menjadi semakin tidak pasti dengan intensifikasi pemanasan global.

“Kami menemukan bahwa hubungan antara pemanasan Arktik dan kejadian cuaca dingin di garis lintang tengah akan menjadi lebih tidak pasti di bawah iklim yang lebih hangat, menantang perkiraan suhu musim dingin di masa mendatang,” kata Yungi Hong, mahasiswa Ph.D. di GIST dan anggota tim peneliti.

Baca Juga: Peristiwa Cuaca Ekstrem Memicu Timbulnya Ancaman Penyakit Kulit

Baca Juga: Ilmuwan PBB Peringatkan Dunia Harus Segera Hentikan

Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan Diperkirakan Naik seiring Cuaca Ekstrem

Baca Juga: Squall Line, Awan Hujan Badai Ekstrem yang Dipicu Perubahan Iklim 

“Studi kami menunjukkan bahwa sementara seseorang dapat mengharapkan gelombang dingin yang memicu pemanasan Arktik di garis lintang tengah untuk bertahan di masa depan yang lebih hangat, mereka akan menjadi lebih sulit untuk diprediksi,” tambah Prof. Jin-Ho Yoon.

Peristiwa Arktika yang hangat di bawah iklim yang lebih hangat akan dikaitkan tidak hanya dengan benua yang lebih dingin di Asia Timur tetapi juga dengan benua yang lebih hangat. Fenomena ini bergantung pada proses telekoneksi yang juga diperumit oleh Arktika yang lebih hangat.

Hasil penelitian ini menyoroti pentingnya upaya berkelanjutan untuk lebih memahami interaksi antara pemanasan Arktika dan iklim garis lintang tengah. Temuan ini sebagai sarana untuk menemukan prediktor alternatif untuk peristiwa cuaca musim dingin ekstrem yang akan datang.